UTANG - PIUTANG PAJAK PENGHASILAN (PPH)
Buat yang pusing liatnya, kalian bisa download materi ini dalam bentuk dokumen yaa :)
Link downloadnya ada dipaling bawah ..
Semoga membantu :)
PPh Pasal 25 bulan Januari dibayarkan paling lambat tanggal 10 Februari.
LINK DOWNLOAD MATERI UTANG-PIUTANG PAJAK PENGHASILAN (PPh)
Buat yang pusing liatnya, kalian bisa download materi ini dalam bentuk dokumen yaa :)
Link downloadnya ada dipaling bawah ..
Semoga membantu :)
2.1 Pengertian
Utang Pajak
Utang
pajak merupakan pajak yang masih harus dibayar, termasuk sanksi administrasi
berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak
atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Utang pajak menjadi dasar dilakukannya penagihan pajak oleh juru
sita pajak.
Utang pajak adalah utang yang timbul
secara khusus yaitu karena undang-undang (Pasal 23 ayat 2 UUD 1945). Artinya
utang pajak timbul jika undang-undang menjadi dasar untuk pemungutannya telah
ada, dan syarat-syarat subyektif dan objektif telah terpenuhi. Dengan perkataan
lain utang pajak timbul apabila menurut Undang-Undang Perpajakan sudah
menimbulkan kewajiban bagi Wajib Pajak.
Apabila wajib pajak belum melunasi utang
pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran, maka akan dilakukan
tindakan penagihan utang pajak. Kegiatan penagihan utang pajak secara umum meliputi:
a. Surat teguran
Utang
pajak yang tidak dilunasi setelah lewat 7 (tujuh) hari jatuh tempo pembayaran,
akan diterbitkan surat teguran.
b. Surat paksa
Utang
pajak setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari dari tanggal surat teguran tidak
dilunasi.
c. Surat sita
Utang
pajak dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah surat paksa diberitahukan oleh juru
sita pajak tidak dilunasi, maka juru sita pajak dapat melakukan tindakan
penyitaan.
d. Lelang
Dalam
jangka waktu paling singkat 14 (Empat Belas) hari setelah tindakan penyitaan,
utang pajak belum juga dilunasi akan dilanjutkan dengan pengumuman lelang
melalui media massa.
2.2 Macam-Macam Utang Pajak
Yang
termasuk ke dalam utang pajak diantaranya yaitu :
a. PPh
Pasal 21, yaitu pajak yang dipotong dari penghasilan karyawan.
b. PPh
Pasal 22, yaitu pajak yang dipungut atas pembelian/penjualan barang.
c. PPh
Pasal 23, yaitu pajak yang dipotong dari pembayaran jasa, bunga, dividen,
royalti, dan sewa kepada wajib pajak dalam negeri (WPDN).
d. PPh
Pasal 26, yaitu pajak yang dipotong dari penghasilan yang diterima oleh wajib
pajak luar negeri (WPLN).
e. PPh
Final, yaitu pajak dipungut dari wajib pajak lain yang pajaknya bersifat final,
misal: sewa tanah dan bangunan (PPh Pasal 4 ayat 2)
2.3 Timbulnya Utang Pajak
Timbulnya utang pajak dapat terjadi karena dua ajaran,
yaitu:
1. Ajaran
Formil
Dalam ajaran
ini, utang pajak timbul karena adanya ketetapan pajak dari pemerintah, sehinga
pajak terutang pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP). Kondisi
ini diterapkan pada Official Assessment
System.
Contoh:
Pada pelunasan Pajak Bumi Bangunan, KPP merupakan pihak yang mengeluarkan surat
ketetapan pajak berisi besaran pajak terutang setiap tahunnya. Anda sebagai
wajib pajak tidak perlu lagi menghitung pajak terutang melainkan membayar PBB
berdasarkan surat yang diberikan KPP. Jurnalnya :
Beban
PBB
Utang PBB
|
Rp
xxx
|
Rp
xxx
|
2. Ajaran
Materil
Pada ajaran materil, utang pajak
timbul karena undang-undang atau karena adanya sebab – sebab tertentu
yang mengakibatkan suatu pihak dikenakan pajak, yaitu dikarenakan keadaan dan
peristiwa/perbuatan yang dapat menimbulkan utang pajak, seperti mendirikan
bangunan, kegiatan impor-ekspor, hingga mendapat hadiah undian. Kondisi
ini diterapkan pada Self Assessment
System.
Contoh : Dian merupakan seorang
karyawan yang memenangkan hadiah undian dari sebuah acara televisi. Dalam kasus
ini, Dian terutang pajak atas hadiah undian (25%) berupa uang tunai yang
diterimanya. Jurnalnya :
Beban
PPh pasal 4 ayat 2
Utang PPh pasal 4 ayat 2
|
Rp
xxx
|
Rp
xxx
|
a) Timbulnya
utang pajak karena “keadaan” adalah pajak penghasilan.
Pada KUP disebutkan :
Wajib Pajak
adalah orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan. Atau dengan singkat
diartikan setiap subjek pajak yang mempunyai objek pajak dan tak termasuk
pengecualian, maka sudah timbul utang pajak.
Selanjutnya
dijelaskan: Wajib Pajak harus mendaftarkan diri, untuk mendapatkan NPWP.
Artinya: Apabila
seseorang mempunyai penghasilan yang telah melebihi PTKP maka ia wajib memiliki
NPWP.
b) Timbulnya
utang pajak karena “peristiwa” yang dimaksudkan seperti terdapat pada
undang-undang perpajakan sebagai berikut :
(1) Peristiwa
atas:
a. Penyerahan
Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha Impor
Barang.
b. Penyerahan
Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam daerah pabean oleh pengusaha.
c. Pemanfaatan
Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean.
d. Pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
e. Ekspor
Barang Kena Pajak oleh pengusaha kena pajak
Catatan:
·
Daerah Pabean adalah daerah atau
pelabuhan yang melakukan pungutan atas keluar/masuknya barang ke daerah
tersebut.
·
Yang tidak termasuk daerah pabean adalah
Bounded Area, Pelabuhan Bebas dan
daerah tertentu yng telah ditentukan oleh undang-undang.
·
Bounded
area merupakan kawasan yang ditetapkan secara khusus pemerintah mengenai
pengenaan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai
tertentu didaerah ini bagi kegiatan transaksi didaerah itu yang tarif
pajak pertambahan nilainya berbeda bengan kawasan lain. Namun pengenaan tarif
pajak pertambahan nilanya sama dengan dipelabuhan bebas.
·
Pelabuhan Bebas merupakan area pelabuhan
yang memperbolehkan kapal-kpaldari negara lain singgah, membongkar memuat
barang baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang memberikan kebebasan tertentu
dari pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) kepada pribadi atau badan usaha
yang melakukan kegiatan transaksi.
(2) Dengan
Peraturan Pemerintah
a. Pajak
bertambahan nilai dapat diberlakukan terhadap semua penyerahan Barang Kena
Pajak yang dilakukan di daerah pabean oleh pedagang besar maupun pedagang
eceran dalam lingkungan perusahaan maupun pekerjaannya.
b. Diatur
penyerahan jenis-jenis jasa yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
(3) Disamping
pengenaan pajak sebagai mana dimaksud dalam pasal 4 dikenakan juga pajak
penjualan atas barang mewah terhadap:
a. Penyerahan
Barang Mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang mewah
didaerah pabean dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan.
b. Impor
barang mewah
(4) Pajak
Penjualan atas Barang Mewah dikenakan hanya satu kali pada waktu penyerahan
oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor.
Apabila kita menganalisis lebih lanjut maka yang
menjadi permasalahannya adalah bagimana timbulnya utang pajak itu, ataupun pada
saat timbulnya utang pajak tersebut. Tentang hal ini dikenal ada dua teori
yaitu ajaran utang pajak materil dan ajaran utang pajak formil.
Pada ajaran utang pajak materil, utang pajak timbul
karena: undang-undang itu sendiri, yaitu pada saat ditentukan oleh
undang-undang karena telah dipenuhi persyaratannya, yaitu adanya objek pajak.
Sedangkan dalam ajaran utang formil, utang pajak
timbul karna undang-undang pada saat dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh
Dirjen Pajak, jadi menurut ajaran ini, walaupun telah dipenuhinya persyaratan
adanya Subjek Pajak yang mempunyai objek pajak, utang pajak belumlah ada
(timbul) apabila belum diterbitkan SKP oleh Dirjen Pajak.
Di Indonesia kedua ajaran ini masih dipergunakan
yaitu PPh, PPN, dan Bea Meterai menganut ajaran Utang Pajak Materil, PBB
menganut ajaran Utang Pajak Formil.
2.4 Cara Pengenaan Utang Pajak
Ada beberapa pengenaan utang pajak,
diantaranya yaitu :
a)
Pengenaan di depan (Stelsel Fiktif)
Pengenaaan
pajak didasarkan pada suatu anggapan (fiksi). Anggapannya bisa berupa anggaran
pendapatan tahun berjalan atau diasumsikan penghasilan tahun pajak berjalan
sama dengan penghasilan pajak tahun lalu. Contoh : PPh Pasal 25.
·
Kelemahan : Besarnya pajak yang dipungut
belum tentu sesuai dengan besarnya pajak sesungguhnya karena hanya berdasarkan
anggapan.
·
Kelebihan : Pemungutan pajak sudah dapat
dilakukan pada awal tahun pajak/periode pajak.
b)
Pengenaan di belakang (Stelsel
Riil/Nyata)
Pengenaan
pajak didasarkan pada objek atau penghasilan yang sungguh-sungguh diperoleh
dalam setiap tahun pajak atau periode pajak. Besarnya pajak baru dapat dihitung
pada akhir tahun pajak atau periode pajak, karena penghasilan riil baru dapat
diketahui setelah tahun pajak atau periode pajak berakhir. Contoh : PPh Pasal
21 dan PPh Pasal 28/29.
·
Kelemahan : Pemungutan pajak baru dapat
dilakukan pada akhir periode pajak
·
Kelebihan : Besarnya pajak yang dipungut
sesuai dengan besarnya pajak sesungguhnya
c)
Pengenaan Cara Campuran (Stelsel
Campuran)
Merupakan
kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel fiktif. Pada awal periode pajak, penghitungan
menggunakan stelsel fiktif dan pada akhir periode pajak dihitung kembali
berdasarkan stelsel nyata. Contoh : PPh Pasal 21, PPh Pasal 25 dan PPh Pasal
28/29.
·
Kelemahan : Adanya tambahan pekerjaan
administrasi, karena penghitungan dilakukan 2 kali, yaitu pada awal dan akhir
periode pajak.
·
Kelebihan : Pemungutan pajak sudah dapat
dilakukan pada awal periode pajak dan besarnya pajak yang dipungut sesuai
dengan besarnya pajak sesungguhnya.
2.5 Berakhirnya Utang Pajak
Hapusnya utang pajak bisa terjadi
atas beberapa macam seperti di bawah ini :
1. Pembayaran
oleh Wajib Pajak yaitu utang pajak yang melekat pada wajib pajak akan dihapus
jika sudah dilakukan pembayaran lunas sesuai dengan tata cara yang ditentukan
dalam perpajakan ataupun sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan
kepada kas negara, kantor pos dan giro, ataupun bank negara yang ditunjuk.
2. Kompensasi
yaitu apabila wajib pajak mempunyai kelebihan dalam pembayaran pajak, maka
kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan pajak yang masih harus dibayar.
Contoh:
a) Apabila
Wajib Pajak telah melakukan pembayaran di muka. maka utang pajak yang harus
dibayar dapat diperhitungkan dengan pembayaran di muka tersebut. Jadi jumlahnya
sama besarnya, maka utang tersebut saling menutupi sehingga utang pajak menjadi
nol.
b) Apabila
pembayaran lebih besar dari pada pajak yang terutang, maka terjadi kelebihan
pembayaran pajak. Kelebihan pembayaran pajak ini dapat dikompensasikan dengan
utang pajaknya walaupun jenis pajaknya tidak sama. Misalnya, Ibu Sri telah
melakukan kelebihan pembayaran pajak PPh Rp 275.000 sedangkan Ibu Sri tersebut
mempunyai utang pajak PBB tahun 2018 Rp 300.000 maka Rp 300.000 ini dapat
dikompensasikan dengan kelebihan pembayaran PPh Rp 275.000 sehingga utang pajak
yang masih harus dibayar adalah Rp 25.000.
Hanya perlu
diperhatikan dalam kompensasi tersebut, bahwa kompensasi ini hanya bisa dalam
bentuk utang uang atau barang yang sama.
3. Pembebasan
yaitu pemberian pembebasan atas sanksi administrasi pajak (berupa bunga atau
denda) yang harus dibayar oleh wajib pajak, tetapi pembebasan tersebut haruslah
berdasarkan sesuatu alasan yang logis, artinya memenuhi syarat yang ditentukan
oleh undang-undang untuk diberikan pembebasan dan dipertegas Surat Keputusan
Pembebasan Dirjen Perpajakan.
Adapun
alasan pembebasan tersebut antara lain:
·
Karena adanya musibah bencana alam (Force Majeur) (sesuatu yang terjadi di
luar kemampuannya)
·
Karena Wajib Pajak meninggal dunia
·
Karena belas kasihan
·
Dan sebagainya
4. Daluwarsa
yaitu hapusnya suatu seperikatan (hak menagih utang, kewajiban membayar utang),
karena lampaunya jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
dalam undang-undang.
Batas daluwarsa yang berlaku :
·
Untuk pajak pusat 10 tahun (PPh, PPN,
PPnBM, Bea Materai, dan Bea Masuk Cukai)
·
Untuk pajak daerah 5 tahun (PBB, BPHTB,
Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran, dll.)
·
Untuk retribusi daerah 3 tahun (Pajak
parkir yang ada stempel pemerintah daerah)
·
Untuk WP yang terlibat tindak pidana
pajak, tidak diberikan batas waktu.
5. Penghapusan
yaitu pemberian pembebasan atas sanksi administrasi pajak (berupa bunga atau
denda) yang harus dibayar oleh wajib pajak dikarenakan keadaan keuangan wajib
pajak atau kematian. Misalnya, karena WP dinyatakan bangkrut oleh pihak-pihak
yang berwenang.
2.6 Daftar Kode Utang untuk SPT Tahunan
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Saat mengisi SPT Tahunan Orang Pribadi, wajib pajak akan
diminta untuk mencantumkan daftar utang yang dimiliki. Dalam pengisian ini
terdapat kolom kode utang yang harus diisi oleh wajib pajak. Beberapa kode
utang yang harus diperhatikan oleh wajib pajak di antaranya:
Kode
|
Fungsi
|
101
|
Utang
Bank/Lembaga Keuangan Bukan Bank (KPR, Leasing,
Kendaraan Bermotor dan sejenisnya)
|
102
|
Kartu
Kredit
|
103
|
Utang
afiliasi (pinjaman dari pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagaimana
tercantum dalam Pasal 18 ayat 4 UU PPh)
|
109
|
Utang
lainnya
|
Selain itu
ada beberapa kode utang pajak yang harus Anda perhatikan dalam melaporkan SPT
Tahunan PPh Orang Pribadi
2.7 Pengertian Piutang Pajak
Piutang
pajak merupakan piutang yang muncul karena adanya pendapatan pajak sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Perpajakan yang belum dilunasi sampai dengan akhir
periode laporan keuangan.
Piutang
pajak diakui pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan
Pajak dan telah dilaksanakan proses penagihannya. Pengakuan piutang pajak ini
disebabkan adanya potensi pendapatan negara yang ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan sesuai dengan UU KUP No. 29 tahun 2007.
Piutang
pajak merupakan hal yang wajib dilunasi oleh wajib pajak dalam periode berjalan
tahun berikutnya, sehingga tidak ada piutang pajak yang melampaui satu periode
berikutnya. Maka dari itu piutang pajak disajikan dalam neraca Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat sebagai aset lancar.
Kegiatan penagihan piutang pajak
secara umum meliputi:
·
Surat Teguran
·
Surat Paksa
·
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
·
Lelang
2.8 Macam-Macam Piutang Pajak
Pajak yang dipungut pihak lain
dibuktikan dengan diterimanya Bukti Pemotongan Pajak untuk PPh atau Faktur
Pajak untuk PPN. Sedangkan pajak yang disetor sendiri dibuktikan dengan Surat
Setoran Pajak.
Piutang pajak bersifat sebagai kredit
pajak. Berikut ini yang termasuk ke dalam piutang pajak diantaranya yaitu :
a. PPh
Pasal 21, yaitu pajak yang dipotong dari penghasilan karyawan.
b. PPh
Pasal 22, yaitu pajak yang dipungut atas pembelian/penjualan barang.
c. PPh
Pasal 23. yaitu pajak yang dipotong dari pembayaran jasa, bunga, dividen,
royalti, dan sewa kepada wajib pajak dalam negeri (WPDN).
d. PPh
Pasal 24, yaitu pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas
penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan
terhadap pajak yang terutang di
Indonesia.
e. PPh
Pasal 25, yaitu pajak yang dibayar secara angsuran.
f. PPN.
2.9 Dasar Hukum Penagihan Piutang Pajak
Berdasarkan
proses penagihan piutang pajak dalam UU nomor 2008 tahun 2007 diatur beberapa
hal sebagai berikut:
1. Hak untuk melakukan penagihan
piutang pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan dan biaya penagihan pajak
dinyatakan kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5 tahun terhitung sejak
penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding serta Putusan Peninjauan Kembali.
2. Kedaluwarsa penagihan pajak
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tertangguh apabila diterbitkan surat
pajak dan dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
2.10
Penghapusan
Piutang Pajak
Prosedur penghapusan piutang pajak diatur dalam
Undang-undang No. 16 Tahun 2000 pasal 24 dan dijelaskan lebih lanjut dalam KMK No. 565/KMK.04/2000
dan 539/KMK.03/2002 Pasal 1.
Piutang pajak yang dihapuskan adalah piutang pajak yang
jumlahnya masih harus ditagih sebagaimana tercantum dalam STP, SKPKB, SKPKBT
yang meliputi pokok pajak kenaikan bunga dan denda.
2.11
Contoh-Contoh Soal Terkait Utang
- Piutang Pajak
PPh Pasal 21
Ø Objek Pajak PPh Pasal 21
1. Penghasilan yang diterima atau
diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun
tidak teratur.
2. Penghasilan yang diterima atau
diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan
sejenisnya.
3. Penghasilan sehubungan dengan
pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang
diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan
hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis.
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau
tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah
borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara
lain berupa honorarium, komisi, fee,
dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
6. Imbalan kepada peserta kegiatan,
antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah
atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis
dengan nama apapun.
Ø Contoh Soal PPh Pasal 21
(Utang Pajak)
Bang Rodi adalah Karyawan di PT. MUNDUR ALON ALON yang memiliki
penghasilan sebesar Rp 9.000.000/bulan, Bang Rodi sudah kawin dan memiliki 3
orang anak, dan setiap bulannya Bang Rodi membayar iuran hari tua sebesar Rp
100.000. Hitunglah pajak terutang bang Rodi per tahun dan per bulan!
Jawab :
Penghasilan Bang Rodi
Rp 9.000.000
Pengurang :
-
Biaya
Jabatan 5 % X Rp 9.000.000 = (Rp
450.000)
-
Iuran
Hari Tua (Rp
100.000)
Penghasilan
netto perbulan
Rp 8.450.000
Penghasilan Setahun 12 x Rp 8.450.000 = Rp 101.400.000
PTKP
WP OP Rp 54.000.000
WP Kawin Rp
4.500.000
WP 3 orang anak @ Rp 4.500.000 = Rp
13.500.000
Total PTKP (Rp 72.000.000)
PKP
Rp
29.400.000
Pajak terutang pertahun =
5% x Rp 29.400.000 = Rp 1.470.000
Pajak
terutang perbulan = Rp 1.470.000 / 12 = Rp 122.500
Dan jurnal
yang dicatat perusahaan jika pekerja langsung menerima gaji bersih :
Biaya Gaji Rp 9.000.000
Utang Pajak PPh Pasal 21 Rp 122.500
Utang Iuran Hari Tua Rp 100.000
Kas Rp
8.777.500
Dan jurnal
yang dibuat perusahaan saat membayar utang pajak dan iuran hari tua :
Utang
Pajak PPh Pasal 21 Rp 122.500
Utang
Iuran Hari Tua Rp
100.000
Kas Rp
222.500
PPh Pasal 22
Ø Objek Pajak PPh Pasal 22
1. Impor barang dan ekspor barang
komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam yang
dilakukan oleh eksportir
2. Pembayaran atas pembelian barang
yang dilakukan oleh bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau
lembaga Pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya.
3. Pembayaran atas pembelian barang
dengan mekanisme uang persediaan (UP) yang dilakukan oleh bendahara
pengeluaran.
4. Pembayaran atas pembelian barang
kepada pihak ketiga dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) oleh KPA atau
pejabat penerbit surat perintah membayar yang diberi delegasi oleh KPA.
5. Pembayaran atas pembelian barang
dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya Badan Usaha Milik
Negara.
6. Penjualan hasil produksi kepada
distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha
industri semen, industri kertas, industri baja, yang merupakan industri hulu,
industri otomotif, dan industri farmasi.
7. Penjualan kendaraan bermotor di
dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek
(APM), dan importir umum kendaraan bermotor.
8. Penjualan bahan bakar minyak, bahan
bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau importir .
9. Pembelian bahan-bahan dari pedagang
pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya oleh industri dan
eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan; dan
10. Penjualan barang yang tergolong
sangat mewah yang dilakukan oleh wajib pajak badan.
Ø Contoh Soal PPh Pasal 22
(Utang Pajak)
PT. Dian ditunjuk sebagai pemotong PPh pasal 22 atas
penyerahan produk kertas pada tanggal 2 Januari 2018 sebesar Rp 100.000.000 dan
tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,1%.
PPh Pasal 22 = 0,1% x Rp 100.000.000 = Rp 100.000
Jurnal yang dibuat PT. Dian
Pada saat transaksi penjualan:
02/01/18
|
Kas
Penjualan
Utang
PPh Pasal 22
|
Rp
100.100.000
|
Rp
100.000.000
Rp 100.000
|
Pada
saat penyetoran PPh Pasal 22 ke kas Negara:
10/02/18
|
Utang
PPh Pasal 22
Kas/Bank
|
Rp 100.000
|
Rp 100.000
|
Ø Contoh Soal PPh Pasal 22
(Piutang Pajak)
PT. Ninda menjual 100
unit komputer kepada pemerintah DKI Jakarta dengan nilai penjualan Rp 500.000.000.
Harga tersebut belum termasuk PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar Rp
50.000.000. Harga pokok penjualan (Cost
of Goods Sold) komputer tersebut adalah Rp 490.000.000. Pembayaran atas
transaksi pembelian ini dilakukan melalui Bendaharawan Pemerintah Daerah
(Pemda).
Jurnal yang
dibuat PT. Ninda
Saat Penjualan (Penyerahan Barang):
Piutang Dagang Rp
500.000.000
Harga pokok penjualan Rp 490.000.000
Persediaan
Barang Dagang Rp
490.000.000
Penjualan Rp
500.000.000
PPh Pasal 22 = Rp 500.000.000 x 1,5% = Rp 7.500.000
Saat Pembayaran :
Kas/Bank Rp
492.500.000
Piutang PPh Pasal 22 Rp 7.500.000
Piutang
Dagang Rp
500.000.000
Jurnal yang
dibuat Bendaharawan
Saat Pembelian (Penerimaan Barang):
Pembelian Rp
500.000.000
Utang
Dagang Rp
500.000.000
PPh Pasal 22 = Rp 500.000.000 x 1,5% = Rp 7.500.000
Saat Pembayaran :
Utang Dagang Rp
500.000.000
Utang
PPh Pasal 22 Rp 7.500.000
Kas Rp
492.500.000
Saat Pembayaran Utang Pajak :
Utang PPh Pasal 22 Rp
7.500.000
Kas Rp
7.500.000
PPh Pasal 23
Ø Objek Pajak PPh Pasal 23
1. Dividen.
2. Bunga.
3. Royalti.
4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan
sejenisnya selain kepada Orang Pribadi.
5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
6. Imbalan sehubungan dengan jasa
teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain
jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Ø Contoh Soal PPh Pasal 23
(Utang Pajak)
Pada tanggal 2 Januari 2019 PT. Dian Melakukan pembayaran
bunga ke PT. Sri sebesar Rp 100.000.000,00 Dengan PPh Pasal 23 sebesar 15%
(Rp15.000.000,00).
Maka pencatatan jurnalnya adalah:
Jurnal yang dibuat PT. Dian
02/01/19
|
Biaya
bunga
Kas
Utang PPh Pasal 23
|
Rp
100.000.000
|
Rp
85.000.000
Rp
15.000.000
|
Pada saat penyetoran PPh Pasal 23
ke kas negara:
10/02/19
|
Utang
PPh Pasal 23
Kas
|
Rp
15.000.000
|
Rp
15.000.000
|
Jurnal yang dibuat PT. Sri
02/01/19
|
Kas
Piutang
PPh Pasal 23
Pendapatan Bunga
|
Rp
85.000.000
Rp
15.000.000
|
Rp
100.000.000
|
Ø Contoh Soal PPh Pasal 23
(Piutang Pajak)
Pada tanggal 25 Januari 2018, PT. Wahyu menyewakan
mesin dan peralatan kepada PT. Oltha senilai Rp 100.000.000. PT.Oltha membayar
kepada PT. Wahyu sebesar Rp 98.000.000 dan di berikan bukti potong PPh pasal 23
sebesar Rp 2.000.000. (2% x Rp 100.000.000)
Jurnal yang dibuat PT. Wahyu
25/01/2018
|
Piutang
PPh Pasal 23
Kas
Pendapatan sewa mesin
|
Rp 2.000.000
Rp
98.000.000
|
Rp100.000.000
|
Jurnal yang dibuat PT. Oltha
25/01/2018
|
Biaya
Sewa
Utang PPh Pasal 23
Kas
|
Rp
100.000.000
|
Rp 2.000.000
Rp98.000.000
|
PPh Pasal 24
Ø
Objek Pajak PPh Pasal 24
Objek pajak PPh Pasal 24 yaitu penghasilan yang berasal
dari luar negeri.
Ø
Contoh Soal PPh Pasal 24 (Piutang Pajak)
PT. Yuni memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2019 sebagai berikut:
1. Penghasilan
dari Singapura Rp 5.000.000.000 dengan tarif pajak sebesar 40%.
2. Penghasilan
usaha di Indonesia Rp 4.000.000.000.
Jawab:
Berikut ini menghitung kredit pajak
luar negeri diperbolehkan (PPh Pasal 24)
1. Menghitung
Total PKP
Penghasilan
dari Singapura Rp
5.000.000.000
Penghasilan
dari Indonesia Rp
4.000.000.000
Jumlah
penghasilan neto Rp
9.000.000.000
Jumlah
penghasilan neto sama dengan PKP karena tidak terdapat kompensasi kerugian atau
pengurangan yang lain.
2. Menghitung
Total PPh Terutang
Tarif PPh pasal 17 ayat (1) b X
Penghasilan kena pajak
25% X Rp 9.000.000.000 = Rp
2.250.000.000
3. Menghitung
PPh Maksimum Dikreditkan sesuai Perbandingan Penghasilan
(Penghasilan luar negeri : Total
Penghasilan dalam dan luar negeri ) x Total PPh terutang
4. PPh
terutang atau dibayar di luar negeri adalah:
40% x Rp 5.000.000.000 = Rp
2.000.000.000
Dengan demikian kredit pajak yang
diperbolehkan adalah sebesar Rp 1.250.000.000.
Jurnal:
Kas
Rp
3.000.000.000
Piutang
PPh Pasal 24 Rp
1.250.000.000
Beban
PPh 24 Rp 750.000.000
Pendapatan Luar Negeri Rp
5.000.000.000
PPh Pasal 25
Ø Contoh Soal PPh Pasal 25
(Piutang Pajak)
PPh Badan Terhutang tahun 2019 PT. AAN adalah Rp 3.000.000, maka PPh
Pasal 25 yang harus PT. AAN setorkan setiap bulannya di tahun 2020 adalah : Rp
3.000.000/12 = Rp 250.000
PPh Pasal 25 bulan Januari dibayarkan paling lambat tanggal 10 Februari.
Jurnal :
Piutang PPh Pasal 25 Rp
250.000
Kas Rp
250.000
PPh Pasal 26
Ø Objek Pajak PPh Pasal 26
1. Dikenakan PPh Pasal 26 = 20% dari jumlah
bruto penghasilan wajib pajak luar negeri berupa:
-
Dividen
-
Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
-
Royalti, sewa, dan imbalan lain sehubungan
dengan penggunaan harta
-
Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan
-
Hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun
-
Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
2. Dikenakan
PPh Pasal 26 = 20% dari Perkiraan Penghasilan Netto atas penghasilan wajib
pajak luar negeri berupa :
-
Penghasilan
dari penjualan harta di Indonesia
-
Penghasilan
berupa premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di luar
negeri, yaitu :
-
20%
x 50% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di Luar Negeri.
-
20%
x 10% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi LN oleh perusahaan
asuransi yang berkedudukan di Indonesia.
-
20%
x 5% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan reasuransi LN oleh perusahaan
asuransi yang berkedudukan di Indonesia.
3. Dikenakan
PPh Pasal 26 sebesar 20% dari Laba Neto setelah pajak dari suatu BUT di
Indonesia (Branch Profit Tax), kecuali jika
ditanamkan kembali di Indonesia.
4. Dalam hal
telah dilakukan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah RI
dengan negara lain
(treaty
partner) ; penghitungan besarnya PPh Pasal 26 didasarkan pada Tax Treaty tersebut (dibebaskan dari
pengenaan PPh Pasal 26 atau dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif yang lebih
rendah).
Ø Contoh Soal PPh Pasal 26
(Utang Pajak)
PT. AAN melakukan pembayaran bunga ke B Limited di Singapore
sebesar Rp100.000.000 dan sesuai dengan tax
treaty maka perusahaan asing itu memenuhi syarat untuk dikenakan PPh pasal
26 sebesar 10% (Rp10.000.000).
Pencatatan jurnalnya adalah sebagai berikut :
Jurnal yang dibuat PT. AAN
02/01/19
|
Biaya
bunga
Kas
Utang PPh Pasal 26
|
Rp 100.000.000
|
Rp 90.000.000
Rp 10.000.000
|
Pada saat Penyetoran PPh Pasal 26
ke kas negara:
10/02/19
|
Utang
PPh Pasal 26
Kas
|
Rp 10.000.000
|
Rp 10.000.000
|
PPh Pasal 4 ayat 2
Ø Objek Pajak PPh Pasal 4 ayat
2
1. Penghasilan berupa bunga deposito
dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan
yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
2. Penghasilan berupa hadiah undian;
3. Penghasilan dari transaksi saham dan
sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan
transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
4. Penghasilan dari transaksi
pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha
real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
5. Penghasilan tertentu lainnya yang
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ø Contoh Soal PPh Pasal 4 ayat
2 (Utang Pajak)
PT. Sri melakukan pembayaran sewa bangunan kepada PT. Yuni
sebesar Rp 50.000.000 dengan PPh pasal 4 ayat (2) sebesar 10% (Rp 5.000.000).
Maka pencatatan jurnalnya adalah:
02/01/19
|
Biaya
sewa bangunan
Kas
Utang PPh Pasal 4 ayat (2)
|
Rp
50.000.000
|
Rp
45.000.000
Rp 5.000.000
|
Pada saat penyetoran PPh Pasal 4 ayat
(2) ke kas negara:
10/02/19
|
Utang
PPh Pasal 4 ayat (2)
Kas
|
Rp
5.000.000
|
Rp
5.000.000
|
Sumber-sumber :
http://slideplayer.info/slide/2884095 (Dilihat Tanggal 16/10/2019 Pukul 22.00)
https://www.online-pajak.com/utang-pajak-dan-piutang-pajak (Dilihat Tanggal 16/10/2019 Pukul 22.40)
https://www.scribd.com/document/351277880/PPh-24 (Dilihat Tanggal 17/10/2019 Pukul 01.31)
Institute,
Makui Tax. Pajak Terapan Modul Brevet A & B. Bekasi: Makui Tax
Institute, 2018.
Meliala, Tulis S. Perpajakan dan Akuntansi Pajak.
Jakarta: Penerbit Semesta Media, 2007.
LINK DOWNLOAD MATERI UTANG-PIUTANG PAJAK PENGHASILAN (PPh)
No comments:
Post a Comment