Blogger Widgets

Sunday, December 8, 2019

Materi Akuntansi Pajak : Utang-Piutang Pajak Penghasilan (PPh)

UTANG - PIUTANG PAJAK PENGHASILAN (PPH)

Buat yang pusing liatnya, kalian bisa download materi ini dalam bentuk dokumen yaa :)
Link downloadnya ada dipaling bawah ..
Semoga membantu :)

2.1  Pengertian Utang Pajak
Utang pajak merupakan pajak yang masih harus dibayar, termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Utang pajak menjadi dasar dilakukannya penagihan pajak oleh juru sita pajak.

Utang pajak adalah utang yang timbul secara khusus yaitu karena undang-undang (Pasal 23 ayat 2 UUD 1945). Artinya utang pajak timbul jika undang-undang menjadi dasar untuk pemungutannya telah ada, dan syarat-syarat subyektif dan objektif telah terpenuhi. Dengan perkataan lain utang pajak timbul apabila menurut Undang-Undang Perpajakan sudah menimbulkan kewajiban bagi Wajib Pajak.
Apabila wajib pajak belum melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran, maka akan dilakukan tindakan penagihan utang pajak. Kegiatan penagihan utang pajak secara umum meliputi:
a.       Surat teguran           
Utang pajak yang tidak dilunasi setelah lewat 7 (tujuh) hari jatuh tempo pembayaran, akan diterbitkan surat teguran.

b.      Surat paksa
Utang pajak setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari dari tanggal surat teguran tidak dilunasi.

c.       Surat sita
Utang pajak dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah surat paksa diberitahukan oleh juru sita pajak tidak dilunasi, maka juru sita pajak dapat melakukan tindakan penyitaan.
d.      Lelang
Dalam jangka waktu paling singkat 14 (Empat Belas) hari setelah tindakan penyitaan, utang pajak belum juga dilunasi akan dilanjutkan dengan pengumuman lelang melalui media massa.

2.2  Macam-Macam Utang Pajak
Yang termasuk ke dalam utang pajak diantaranya yaitu :
a.       PPh Pasal 21, yaitu pajak yang dipotong dari penghasilan karyawan.
b.      PPh Pasal 22, yaitu pajak yang dipungut atas pembelian/penjualan barang.
c.       PPh Pasal 23, yaitu pajak yang dipotong dari pembayaran jasa, bunga, dividen, royalti, dan sewa kepada wajib pajak dalam negeri (WPDN).
d.      PPh Pasal 26, yaitu pajak yang dipotong dari penghasilan yang diterima oleh wajib pajak luar negeri (WPLN).
e.       PPh Final, yaitu pajak dipungut dari wajib pajak lain yang pajaknya bersifat final, misal: sewa tanah dan bangunan (PPh Pasal 4 ayat 2)

2.3  Timbulnya Utang Pajak
Timbulnya utang pajak dapat terjadi karena dua ajaran, yaitu: 
1.    Ajaran Formil 
Dalam ajaran ini, utang pajak timbul karena adanya ketetapan pajak dari pemerintah, sehinga pajak terutang pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP). Kondisi ini diterapkan pada Official Assessment System.
Contoh: Pada pelunasan Pajak Bumi Bangunan, KPP merupakan pihak yang mengeluarkan surat ketetapan pajak berisi besaran pajak terutang setiap tahunnya. Anda sebagai wajib pajak tidak perlu lagi menghitung pajak terutang melainkan membayar PBB berdasarkan surat yang diberikan KPP. Jurnalnya :
Beban PBB
        Utang PBB
Rp xxx

Rp xxx

             2.      Ajaran Materil  
                Pada ajaran materil, utang pajak timbul karena undang-undang atau karena adanya sebab – sebab tertentu  yang mengakibatkan suatu pihak dikenakan pajak, yaitu dikarenakan keadaan dan peristiwa/perbuatan yang dapat menimbulkan utang pajak, seperti mendirikan bangunan, kegiatan impor-ekspor, hingga mendapat hadiah undian. Kondisi ini diterapkan pada Self Assessment System.
Contoh : Dian merupakan seorang karyawan yang memenangkan hadiah undian dari sebuah acara televisi. Dalam kasus ini, Dian terutang pajak atas hadiah undian (25%) berupa uang tunai yang diterimanya. Jurnalnya :
Beban PPh pasal 4 ayat 2
        Utang PPh pasal 4 ayat 2
Rp xxx

Rp xxx

a)      Timbulnya utang pajak karena “keadaan” adalah pajak penghasilan.
Pada KUP disebutkan :
Wajib Pajak adalah orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan. Atau dengan singkat diartikan setiap subjek pajak yang mempunyai objek pajak dan tak termasuk pengecualian, maka sudah timbul utang pajak.
Selanjutnya dijelaskan: Wajib Pajak harus mendaftarkan diri, untuk mendapatkan NPWP.
Artinya: Apabila seseorang mempunyai penghasilan yang telah melebihi PTKP maka ia wajib memiliki NPWP.

b)      Timbulnya utang pajak karena “peristiwa” yang dimaksudkan seperti terdapat pada undang-undang perpajakan sebagai berikut :
(1)   Peristiwa atas:
a.       Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha Impor Barang.
b.      Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam daerah pabean oleh pengusaha.
c.       Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
d.      Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
e.       Ekspor Barang Kena Pajak oleh pengusaha kena pajak

Catatan:
·         Daerah Pabean adalah daerah atau pelabuhan yang melakukan pungutan atas keluar/masuknya barang ke daerah tersebut.
·         Yang tidak termasuk daerah pabean adalah Bounded Area, Pelabuhan Bebas dan daerah tertentu yng telah ditentukan oleh undang-undang.
·         Bounded  area merupakan kawasan yang ditetapkan secara khusus pemerintah mengenai pengenaan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai  tertentu didaerah ini bagi kegiatan transaksi didaerah itu yang tarif pajak pertambahan nilainya berbeda bengan kawasan lain. Namun pengenaan tarif pajak pertambahan nilanya sama dengan dipelabuhan bebas.
·         Pelabuhan Bebas merupakan area pelabuhan yang memperbolehkan kapal-kpaldari negara lain singgah, membongkar memuat barang baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang memberikan kebebasan tertentu dari pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) kepada pribadi atau badan usaha yang melakukan kegiatan transaksi.

(2)   Dengan Peraturan Pemerintah
a.       Pajak bertambahan nilai dapat diberlakukan terhadap semua penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan di daerah pabean oleh pedagang besar maupun pedagang eceran dalam lingkungan perusahaan maupun pekerjaannya.
b.      Diatur penyerahan jenis-jenis jasa yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

(3)   Disamping pengenaan pajak sebagai mana dimaksud dalam pasal 4 dikenakan juga pajak penjualan atas barang mewah terhadap:
a.       Penyerahan Barang Mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang mewah didaerah pabean dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan.
b.      Impor barang mewah

(4)   Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan hanya satu kali pada waktu penyerahan oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor.

Apabila kita menganalisis lebih lanjut maka yang menjadi permasalahannya adalah bagimana timbulnya utang pajak itu, ataupun pada saat timbulnya utang pajak tersebut. Tentang hal ini dikenal ada dua teori yaitu ajaran utang pajak materil dan ajaran utang pajak formil.
Pada ajaran utang pajak materil, utang pajak timbul karena: undang-undang itu sendiri, yaitu pada saat ditentukan oleh undang-undang karena telah dipenuhi persyaratannya, yaitu adanya objek pajak.
Sedangkan dalam ajaran utang formil, utang pajak timbul karna undang-undang pada saat dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh Dirjen Pajak, jadi menurut ajaran ini, walaupun telah dipenuhinya persyaratan adanya Subjek Pajak yang mempunyai objek pajak, utang pajak belumlah ada (timbul) apabila belum diterbitkan SKP oleh Dirjen Pajak.
Di Indonesia kedua ajaran ini masih dipergunakan yaitu PPh, PPN, dan Bea Meterai menganut ajaran Utang Pajak Materil, PBB menganut ajaran Utang Pajak Formil.
2.4  Cara Pengenaan Utang Pajak
Ada beberapa pengenaan utang pajak, diantaranya yaitu :
      a)      Pengenaan di depan (Stelsel Fiktif)
Pengenaaan pajak didasarkan pada suatu anggapan (fiksi). Anggapannya bisa berupa anggaran pendapatan tahun berjalan atau diasumsikan penghasilan tahun pajak berjalan sama dengan penghasilan pajak tahun lalu. Contoh : PPh Pasal 25.
·         Kelemahan : Besarnya pajak yang dipungut belum tentu sesuai dengan besarnya pajak sesungguhnya karena hanya berdasarkan anggapan.
·         Kelebihan : Pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada awal tahun pajak/periode pajak.

       b)      Pengenaan di belakang (Stelsel Riil/Nyata)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek atau penghasilan yang sungguh-sungguh diperoleh dalam setiap tahun pajak atau periode pajak. Besarnya pajak baru dapat dihitung pada akhir tahun pajak atau periode pajak, karena penghasilan riil baru dapat diketahui setelah tahun pajak atau periode pajak berakhir. Contoh : PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 28/29.
·         Kelemahan : Pemungutan pajak baru dapat dilakukan pada akhir periode pajak
·         Kelebihan : Besarnya pajak yang dipungut sesuai dengan besarnya pajak sesungguhnya

       c)      Pengenaan Cara Campuran (Stelsel Campuran)
Merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel fiktif. Pada awal periode pajak, penghitungan menggunakan stelsel fiktif dan pada akhir periode pajak dihitung kembali berdasarkan stelsel nyata. Contoh : PPh Pasal 21, PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 28/29.
·         Kelemahan : Adanya tambahan pekerjaan administrasi, karena penghitungan dilakukan 2 kali, yaitu pada awal dan akhir periode pajak.
·         Kelebihan : Pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada awal periode pajak dan besarnya pajak yang dipungut sesuai dengan besarnya pajak sesungguhnya.

2.5  Berakhirnya Utang Pajak
Hapusnya utang pajak bisa terjadi atas beberapa macam seperti di bawah ini :
1.      Pembayaran oleh Wajib Pajak yaitu utang pajak yang melekat pada wajib pajak akan dihapus jika sudah dilakukan pembayaran lunas sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam perpajakan ataupun sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan kepada kas negara, kantor pos dan giro, ataupun bank negara yang ditunjuk.

2.      Kompensasi yaitu apabila wajib pajak mempunyai kelebihan dalam pembayaran pajak, maka kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan pajak yang masih harus dibayar.
Contoh:
a)      Apabila Wajib Pajak telah melakukan pembayaran di muka. maka utang pajak yang harus dibayar dapat diperhitungkan dengan pembayaran di muka tersebut. Jadi jumlahnya sama besarnya, maka utang tersebut saling menutupi sehingga utang pajak menjadi nol.
b)      Apabila pembayaran lebih besar dari pada pajak yang terutang, maka terjadi kelebihan pembayaran pajak. Kelebihan pembayaran pajak ini dapat dikompensasikan dengan utang pajaknya walaupun jenis pajaknya tidak sama. Misalnya, Ibu Sri telah melakukan kelebihan pembayaran pajak PPh Rp 275.000 sedangkan Ibu Sri tersebut mempunyai utang pajak PBB tahun 2018 Rp 300.000 maka Rp 300.000 ini dapat dikompensasikan dengan kelebihan pembayaran PPh Rp 275.000 sehingga utang pajak yang masih harus dibayar adalah Rp 25.000.
Hanya perlu diperhatikan dalam kompensasi tersebut, bahwa kompensasi ini hanya bisa dalam bentuk utang uang atau barang yang sama.

3.      Pembebasan yaitu pemberian pembebasan atas sanksi administrasi pajak (berupa bunga atau denda) yang harus dibayar oleh wajib pajak, tetapi pembebasan tersebut haruslah berdasarkan sesuatu alasan yang logis, artinya memenuhi syarat yang ditentukan oleh undang-undang untuk diberikan pembebasan dan dipertegas Surat Keputusan Pembebasan Dirjen Perpajakan.
Adapun alasan pembebasan tersebut antara lain:
·         Karena adanya musibah bencana alam (Force Majeur) (sesuatu yang terjadi di luar kemampuannya)
·         Karena Wajib Pajak meninggal dunia
·         Karena belas kasihan
·         Dan sebagainya

4.      Daluwarsa yaitu hapusnya suatu seperikatan (hak menagih utang, kewajiban membayar utang), karena lampaunya jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam undang-undang.
Batas daluwarsa yang berlaku :
·         Untuk pajak pusat 10 tahun (PPh, PPN, PPnBM, Bea Materai, dan Bea Masuk Cukai)
·         Untuk pajak daerah 5 tahun (PBB, BPHTB, Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran, dll.)
·         Untuk retribusi daerah 3 tahun (Pajak parkir yang ada stempel pemerintah daerah)
·         Untuk WP yang terlibat tindak pidana pajak, tidak diberikan batas waktu.

5.      Penghapusan yaitu pemberian pembebasan atas sanksi administrasi pajak (berupa bunga atau denda) yang harus dibayar oleh wajib pajak dikarenakan keadaan keuangan wajib pajak atau kematian. Misalnya, karena WP dinyatakan bangkrut oleh pihak-pihak yang berwenang.

2.6  Daftar Kode Utang untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Saat mengisi SPT Tahunan Orang Pribadi, wajib pajak akan diminta untuk mencantumkan daftar utang yang dimiliki. Dalam pengisian ini terdapat kolom kode utang yang harus diisi oleh wajib pajak. Beberapa kode utang yang harus diperhatikan oleh wajib pajak di antaranya:
Kode
Fungsi 
101
Utang Bank/Lembaga Keuangan Bukan Bank (KPR, Leasing, Kendaraan Bermotor dan sejenisnya)
102
Kartu Kredit
103
Utang afiliasi (pinjaman dari pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 ayat 4 UU PPh)
109
Utang lainnya 
Selain itu ada beberapa kode utang pajak yang harus Anda perhatikan dalam melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi

2.7  Pengertian Piutang Pajak
Piutang pajak merupakan piutang yang muncul karena adanya pendapatan pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perpajakan yang belum dilunasi sampai dengan akhir periode laporan keuangan. 
Piutang pajak diakui pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak dan telah dilaksanakan proses penagihannya. Pengakuan piutang pajak ini disebabkan adanya potensi pendapatan negara yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan sesuai dengan UU KUP No. 29 tahun 2007. 
Piutang pajak merupakan hal yang wajib dilunasi oleh wajib pajak dalam periode berjalan tahun berikutnya, sehingga tidak ada piutang pajak yang melampaui satu periode berikutnya. Maka dari itu piutang pajak disajikan dalam neraca Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagai aset lancar. 
Kegiatan penagihan piutang pajak secara umum meliputi:
·         Surat Teguran
·         Surat Paksa 
·         Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan 
·         Lelang 

2.8  Macam-Macam Piutang Pajak
Pajak yang dipungut pihak lain dibuktikan dengan diterimanya Bukti Pemotongan Pajak untuk PPh atau Faktur Pajak untuk PPN. Sedangkan pajak yang disetor sendiri dibuktikan dengan Surat Setoran Pajak.
Piutang pajak bersifat sebagai kredit pajak. Berikut ini yang termasuk ke dalam piutang pajak diantaranya yaitu :
a.       PPh Pasal 21, yaitu pajak yang dipotong dari penghasilan karyawan.
b.      PPh Pasal 22, yaitu pajak yang dipungut atas pembelian/penjualan barang.
c.       PPh Pasal 23. yaitu pajak yang dipotong dari pembayaran jasa, bunga, dividen, royalti, dan sewa kepada wajib pajak dalam negeri (WPDN).
d.      PPh Pasal 24, yaitu pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia.
e.       PPh Pasal 25, yaitu pajak yang dibayar secara angsuran.
f.       PPN.




2.9  Dasar Hukum Penagihan Piutang Pajak
Berdasarkan proses penagihan piutang pajak dalam UU nomor 2008 tahun 2007 diatur beberapa hal sebagai berikut: 
1.      Hak untuk melakukan penagihan piutang pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan dan biaya penagihan pajak dinyatakan kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5 tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding serta Putusan Peninjauan Kembali.
2.      Kedaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tertangguh apabila diterbitkan surat pajak  dan dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

2.10        Penghapusan Piutang Pajak
Prosedur penghapusan piutang pajak diatur dalam Undang-undang No. 16 Tahun 2000 pasal 24 dan dijelaskan lebih lanjut dalam KMK No. 565/KMK.04/2000 dan 539/KMK.03/2002 Pasal 1. 
Piutang pajak yang dihapuskan adalah piutang pajak yang jumlahnya masih harus ditagih sebagaimana tercantum dalam STP, SKPKB, SKPKBT yang meliputi pokok pajak kenaikan bunga dan denda.

2.11        Contoh-Contoh Soal Terkait Utang - Piutang Pajak
PPh Pasal 21
Ø  Objek Pajak PPh Pasal 21
1.      Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
2.      Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
3.      Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis.
4.      Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
5.      Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
6.      Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

Ø Contoh Soal PPh Pasal 21 (Utang Pajak)
Bang Rodi adalah Karyawan di PT. MUNDUR ALON ALON yang memiliki penghasilan sebesar Rp 9.000.000/bulan, Bang Rodi sudah kawin dan memiliki 3 orang anak, dan setiap bulannya Bang Rodi membayar iuran hari tua sebesar Rp 100.000. Hitunglah pajak terutang bang Rodi per tahun dan per bulan!

Jawab :
Penghasilan Bang Rodi                                            Rp    9.000.000
Pengurang :
-          Biaya Jabatan 5 % X Rp 9.000.000 =               (Rp       450.000)
-          Iuran Hari Tua                                                   (Rp       100.000)
Penghasilan netto perbulan                                       Rp    8.450.000
Penghasilan Setahun 12 x Rp 8.450.000 =               Rp 101.400.000



PTKP
WP OP                                                Rp 54.000.000
WP Kawin                                          Rp   4.500.000
WP 3 orang anak @ Rp 4.500.000 = Rp 13.500.000
Total PTKP                                                               (Rp   72.000.000)
PKP                                                                          Rp   29.400.000

Pajak terutang pertahun = 5%  x Rp 29.400.000 = Rp 1.470.000
Pajak terutang perbulan = Rp 1.470.000 / 12 = Rp 122.500
Dan jurnal yang dicatat perusahaan jika pekerja langsung menerima gaji bersih :
Biaya Gaji                                         Rp 9.000.000
Utang Pajak PPh Pasal 21                            Rp    122.500
Utang Iuran Hari Tua                                   Rp    100.000
Kas                                                                Rp 8.777.500

Dan jurnal yang dibuat perusahaan saat membayar utang pajak dan iuran hari tua :
Utang Pajak PPh Pasal 21                Rp 122.500
Utang Iuran Hari Tua                       Rp 100.000
        Kas                                                                    Rp 222.500

PPh Pasal 22
Ø  Objek Pajak PPh Pasal 22
1.      Impor barang dan ekspor barang komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam yang dilakukan oleh eksportir
2.      Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya.
3.      Pembayaran atas pembelian barang dengan mekanisme uang persediaan (UP) yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran.
4.      Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) oleh KPA atau pejabat penerbit surat perintah membayar yang diberi delegasi oleh KPA.
5.      Pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya Badan Usaha Milik Negara.
6.      Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, yang merupakan industri hulu, industri otomotif, dan industri farmasi.
7.      Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor.
8.      Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau importir .
9.      Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya oleh industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan; dan
10.  Penjualan barang yang tergolong sangat mewah yang dilakukan oleh wajib pajak badan.

Ø Contoh Soal PPh Pasal 22 (Utang Pajak)
PT. Dian ditunjuk sebagai pemotong PPh pasal 22 atas penyerahan produk kertas pada tanggal 2 Januari 2018 sebesar Rp 100.000.000 dan tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,1%.
PPh Pasal 22 = 0,1% x Rp 100.000.000 = Rp 100.000



Jurnal yang dibuat PT. Dian
Pada saat transaksi penjualan:
02/01/18
Kas
       Penjualan
       Utang PPh Pasal 22
Rp 100.100.000


Rp 100.000.000
Rp        100.000

Pada saat penyetoran PPh Pasal 22 ke kas Negara:
10/02/18
Utang PPh Pasal 22
       Kas/Bank
Rp 100.000


Rp 100.000

Ø Contoh Soal PPh Pasal 22 (Piutang Pajak)
PT. Ninda menjual 100 unit komputer kepada pemerintah DKI Jakarta dengan nilai penjualan Rp 500.000.000. Harga tersebut belum termasuk PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar Rp 50.000.000. Harga pokok penjualan (Cost of Goods Sold) komputer tersebut adalah Rp 490.000.000. Pembayaran atas transaksi pembelian ini dilakukan melalui Bendaharawan Pemerintah Daerah (Pemda).

Jurnal yang dibuat PT. Ninda
Saat Penjualan (Penyerahan Barang):
Piutang Dagang                                Rp 500.000.000
Harga pokok penjualan                     Rp 490.000.000
          Persediaan Barang Dagang                             Rp 490.000.000
          Penjualan                                                         Rp 500.000.000

PPh Pasal 22 = Rp 500.000.000 x 1,5% = Rp 7.500.000

Saat Pembayaran :
Kas/Bank                                          Rp 492.500.000
Piutang PPh Pasal 22                        Rp     7.500.000
          Piutang Dagang                                              Rp 500.000.000
Jurnal yang dibuat Bendaharawan
Saat Pembelian (Penerimaan Barang):
Pembelian                             Rp 500.000.000
          Utang Dagang                                                 Rp 500.000.000

PPh Pasal 22 = Rp 500.000.000 x 1,5% = Rp 7.500.000

Saat Pembayaran :
Utang Dagang                                  Rp 500.000.000
          Utang PPh Pasal 22                                        Rp     7.500.000
          Kas                                                                  Rp 492.500.000

Saat Pembayaran Utang Pajak :
Utang PPh Pasal 22                          Rp 7.500.000
          Kas                                                                  Rp 7.500.000

PPh Pasal 23
Ø  Objek Pajak PPh Pasal 23
1.      Dividen.
2.      Bunga.
3.      Royalti.
4.      Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain kepada Orang Pribadi.
5.      Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
6.      Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.



Ø Contoh Soal PPh Pasal 23 (Utang Pajak)
Pada tanggal 2 Januari 2019 PT. Dian Melakukan pembayaran bunga ke PT. Sri sebesar Rp 100.000.000,00 Dengan PPh Pasal 23 sebesar 15% (Rp15.000.000,00).
Maka pencatatan jurnalnya adalah:

Jurnal yang dibuat PT. Dian
02/01/19
Biaya bunga
          Kas
          Utang PPh Pasal 23
Rp 100.000.000


Rp 85.000.000
Rp 15.000.000

Pada saat penyetoran PPh Pasal 23 ke kas negara:
10/02/19
Utang PPh Pasal 23
Kas
Rp 15.000.000


Rp 15.000.000

Jurnal yang dibuat PT. Sri
02/01/19
Kas
Piutang PPh Pasal 23
          Pendapatan Bunga
Rp 85.000.000
Rp 15.000.000



Rp 100.000.000

Ø Contoh Soal PPh Pasal 23 (Piutang Pajak)
Pada tanggal 25 Januari 2018, PT. Wahyu menyewakan mesin dan peralatan kepada PT. Oltha senilai Rp 100.000.000. PT.Oltha membayar kepada PT. Wahyu sebesar Rp 98.000.000 dan di berikan bukti potong PPh pasal 23 sebesar Rp 2.000.000. (2% x Rp 100.000.000)

Jurnal yang dibuat PT. Wahyu
25/01/2018
Piutang PPh Pasal 23
Kas
        Pendapatan sewa mesin
Rp   2.000.000
Rp 98.000.000



Rp100.000.000

Jurnal yang dibuat PT. Oltha
25/01/2018
Biaya Sewa
        Utang PPh Pasal 23
        Kas
Rp 100.000.000


Rp   2.000.000
Rp98.000.000

PPh Pasal 24
Ø  Objek Pajak PPh Pasal 24
Objek pajak PPh Pasal 24 yaitu penghasilan yang berasal dari luar negeri.

Ø  Contoh Soal PPh Pasal 24 (Piutang Pajak)
PT. Yuni memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2019 sebagai berikut:
1.      Penghasilan dari Singapura Rp 5.000.000.000 dengan tarif pajak sebesar 40%.
2.      Penghasilan usaha di Indonesia Rp 4.000.000.000.

Jawab:
Berikut ini menghitung kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh Pasal 24)
1.      Menghitung Total PKP
Penghasilan dari Singapura                                Rp 5.000.000.000
Penghasilan dari Indonesia                                Rp 4.000.000.000
Jumlah penghasilan neto                                    Rp 9.000.000.000
Jumlah penghasilan neto sama dengan PKP karena tidak terdapat kompensasi kerugian atau pengurangan yang lain.

2.      Menghitung Total PPh Terutang
Tarif PPh pasal 17 ayat (1) b X Penghasilan kena pajak
25% X Rp 9.000.000.000 = Rp 2.250.000.000

3.      Menghitung PPh Maksimum Dikreditkan sesuai Perbandingan Penghasilan
(Penghasilan luar negeri : Total Penghasilan dalam dan luar negeri ) x Total PPh terutang

4.      PPh terutang atau dibayar di luar negeri adalah:
40% x Rp 5.000.000.000 = Rp 2.000.000.000

Dengan demikian kredit pajak yang diperbolehkan adalah sebesar Rp 1.250.000.000.

Jurnal:
Kas                                                    Rp 3.000.000.000
Piutang PPh Pasal 24                        Rp 1.250.000.000
Beban PPh 24                                   Rp    750.000.000
          Pendapatan Luar Negeri                                 Rp 5.000.000.000

PPh Pasal 25
Ø Contoh Soal PPh Pasal 25 (Piutang Pajak)
PPh Badan Terhutang tahun 2019 PT. AAN adalah Rp 3.000.000, maka PPh Pasal 25 yang harus PT. AAN setorkan setiap bulannya di tahun 2020 adalah : Rp 3.000.000/12 = Rp 250.000

PPh Pasal 25 bulan Januari dibayarkan paling lambat tanggal 10 Februari.
Jurnal :
Piutang PPh Pasal 25                        Rp 250.000
          Kas                                                                  Rp 250.000

PPh Pasal 26
Ø  Objek Pajak PPh Pasal 26
1.      Dikenakan PPh Pasal 26 = 20% dari jumlah bruto penghasilan wajib pajak luar negeri berupa:
-        Dividen
-        Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
-        Royalti, sewa, dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta
-        Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
-        Hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun
-        Pensiun dan pembayaran berkala lainnya

2.      Dikenakan PPh Pasal 26 = 20% dari Perkiraan Penghasilan Netto atas penghasilan wajib pajak luar negeri berupa :
-        Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia
-        Penghasilan berupa premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di luar negeri, yaitu :
-        20% x 50% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di Luar Negeri.
-        20% x 10% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi LN oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia.
-        20% x 5% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan reasuransi LN oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia.
-        Lihat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 624/KMK.04/1994 Jo SE - 23/PJ.43/1995

3.      Dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 20% dari Laba Neto setelah pajak dari suatu BUT di Indonesia (Branch Profit Tax), kecuali jika ditanamkan kembali di Indonesia.

4.      Dalam hal telah dilakukan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah RI dengan negara lain (treaty partner) ; penghitungan besarnya PPh Pasal 26 didasarkan pada Tax Treaty tersebut (dibebaskan dari pengenaan PPh Pasal 26 atau dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif yang lebih rendah).

Ø Contoh Soal PPh Pasal 26 (Utang Pajak)
PT. AAN melakukan pembayaran bunga ke B Limited di Singapore sebesar Rp100.000.000 dan sesuai dengan tax treaty maka perusahaan asing itu memenuhi syarat untuk dikenakan PPh pasal 26 sebesar 10% (Rp10.000.000).
Pencatatan jurnalnya adalah sebagai berikut :

Jurnal yang dibuat PT. AAN
02/01/19
Biaya bunga
         Kas
         Utang PPh Pasal 26
Rp 100.000.000


Rp 90.000.000
Rp 10.000.000

Pada saat Penyetoran PPh Pasal 26 ke kas negara:
10/02/19
Utang PPh Pasal 26
          Kas
Rp 10.000.000


Rp 10.000.000

PPh Pasal 4 ayat 2
Ø  Objek Pajak PPh Pasal 4 ayat 2
1.      Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
2.      Penghasilan berupa hadiah undian;
3.      Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
4.      Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
5.      Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Ø Contoh Soal PPh Pasal 4 ayat 2 (Utang Pajak)
PT. Sri melakukan pembayaran sewa bangunan kepada PT. Yuni sebesar Rp 50.000.000 dengan PPh pasal 4 ayat (2) sebesar 10% (Rp 5.000.000).
Maka pencatatan jurnalnya adalah:
02/01/19
Biaya sewa bangunan
      Kas
      Utang PPh Pasal 4 ayat (2)
Rp 50.000.000


Rp 45.000.000
Rp   5.000.000

Pada saat penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) ke kas negara:
10/02/19
Utang PPh Pasal 4 ayat (2)
     Kas
Rp 5.000.000


Rp 5.000.000

Sumber-sumber :
http://slideplayer.info/slide/2884095 (Dilihat Tanggal 16/10/2019 Pukul 22.00)
https://www.online-pajak.com/utang-pajak-dan-piutang-pajak (Dilihat Tanggal 16/10/2019 Pukul 22.40)
https://www.scribd.com/document/351277880/PPh-24 (Dilihat Tanggal 17/10/2019 Pukul 01.31)
Institute, Makui Tax. Pajak Terapan Modul Brevet A & B. Bekasi: Makui Tax Institute, 2018.
Meliala, Tulis S. Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Penerbit Semesta Media, 2007.


LINK DOWNLOAD MATERI UTANG-PIUTANG PAJAK PENGHASILAN (PPh)

No comments:

Post a Comment