Audit atas Liabilitas Jangka Pendek
1.1 Latar
belakang
Suatu perusahaan dalam menjalankan usahanya sejalan dengan
pengembangan yang dialami, selalu membutuhkan tambahan modal. Pada saat
perusahaan didirikan, pemilik bisa menentukan sumber modal apa yang dipakai,
apakah semuanya bersumber dari modal saham biasa atau perlu ada hutang jangka.
Perusahaan pada dasarnya lebih mendahulukan pendanaan investasi barunya dengan
menggunakan saldo laba, namun apabila perusahaan memerlukan pendanaan eksternal
maka perusahaan lebih memilih menggunakan hutang dibandingkan saham.
Hutang yang diambil perusahaan dapat
berupa liabilitas jangka pendek maupun liabilitas jangka panjang. Liabilitas jangka pendek adalah kewajiban yang harus dilunasi dalam jangka
waktu pendek, paling lama satu tahun atau harus dilunasi dalam jangka waktu
satu siklus operasi normal perusahaan yang bersangkutan.
Setiap keputusan yang diambil tentang sumber modal selalu ada
dampaknya. Jika sumber modal berasal dari hutang ada kewajiban membayar
bunga dan pengembalian hutang pada saat jatuh tempo. Dengan demikian perlu adanya manajemen
yang tepat untuk menangani hutang-hutang perusahaan agar perusahaan dapat
memenuhi kewajibannya. Maka penyusun
mencoba menguraikan
audit atas liabilitas jangka pendek dalam makalah
ini.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Jelaskan sifat liabilitas jangka pendek!
1.2.2
Bagaimana pengakuan liabilitas dalam
PSAK?
1.2.3
Sebutkan contoh liabilitas jangka
pendek!
1.2.4
Sebutkan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengaudit liabilitas jangka pendek!
1.2.5
Jelaskan tujuan audit liabilitas jangka
pendek berdasarkan kelompok asersi!
1.2.6
Jelaskan tujuan pemeriksaan liabilitas
jangka pendek!
1.2.7
Jelaskan prosedur pemeriksaan liabilitas
jangka pendek!
1.2.8
Jelaskan pengujian substansif terhadap
liabilitas jangka pendek!
1.3 Tujuan
1.3.1
Untuk mengetahui sifat dan contoh
liabilitas jangka pendek.
1.3.2
Untuk mengetahui tujuan audit atas
liabilitas jangka pendek.
1.3.3
Untuk mengetahui prosedur audit
liabilitas jangka pendek.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sifat
Liabilitas Jangka Pendek
Menurut SAK ETAP (IAI, 2009:172)
Liabilitas (obligation) kini entitas yang timbul dari peristiwa lalu,
penyelesainnya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas
yang mengandung manfaat ekonomi. Penyelesaian liabilitas masa kini biasanya
melibatkan pembayaran kas, penyerahan aset lain, pemberian jasa, penggantian
liabilitas tersebut dengan liabilitas lain, atau konversi liabilitas menjadi
ekuitas. Liabilitas juga dapat dihapuskan dengan cara lain seperti kreditur
membebaskan atau membatalkan haknya.
Menurut PSAK (IAI, 2015:9,11) Liabilitas
merupakan utang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu,
penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya
perusahaan yang mengandung manfaat ekonomis. Pembelian barang atau penggunaan
jasa menimbulkan utang usaha dan penerimaan pinjaman bank menimbulkan kewajiban
untuk membayar kembali pinjaman tersebut. Penyelesaian kewajiban masa kini
biasanya melibatkan perusahaan untuk mengorbankan sumber daya yang memiliki
manfaat masa depan demi untuk memenuhi tuntutan pihak lain. Penyelesaian
kewajiban yang ada sekarang ada dapat dilakukan dengan berbagai cara, sebagai
contoh dengan :
a. Pembayaran
kas
b. Penyerahan
aset lain
c. Pemberian
jasa
d. Pergantian
kewajiban tersebut dengan kewajiban lain, atau
e. Konversi
kewajiban menjadi ekuitas
f. Kewajiban
juga dapat dihapuskan dengan cara lain seperti kreditor membebaskan atau
membatalkan haknya.
Menurut Sukrisno Agoes (2019) Liabilitas
jangka pendek adalah liabilitas perusahaan kepada pihak ketiga yang jatuh tempo
atau harus dilunasi dalam waktu kurang atau sama dengan satu tahun atau dalam
satu siklus operasi normal perusahaan, biasanya dengan menggunakan aset lancar
(current assets) perusahaan.
2.2 Pengakuan Liabilitas dalam PSAK
Liabilitas diakui dalam laporan posisi
keuangan jika besar kemungkinana bahwa pengeluaran sumber daya yang mengandung
manfaat ekonomis akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban saat ini dan
jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur dengan andal.
2.3 Contoh Liabilitas Jangka Pendek
Beberapa
contoh liabilitas jangka pendek adalah sebagai berikut :
1. Utang
Usaha (Accounts Payable)
Utang usaha yaitu kewajiban kepada pihak
ketiga yang berasal dari pembelian barang atau jasa secara kredit yang harus
dilunasi dalam waktu kurang atau sama dengan satu tahun.
2. Pinjaman
dari Bank (Short Term Loan)
Pinjaman dari bank yaitu pinjaman yang
diperoleh dari bank dan didukung oleh suatu perjanjian kredit (Loan Payment), bisa dalam bentuk kredit
modal kerja (Working Capital Loan)
ataupun kredit rekening koran (Overdraft
Facility).
3. Bagian
dari Kredit Jangka Pendek yang Jatuh Tempo dalam Waktu Kurang atau Sama Tahun (Current Portion of Long Term Loan)
Per tanggal laporan posisi keuangan,
bagian dari liabilitas jangka panjang yang jatuh tempo satu tahun yang akan
datang harus direklasifikasi dari liabilitas jangka panjang ke liabilitas
jangka pendek. Catatan : Menurut SAK (IAI,2009) : istilah yang digunakan adalah
Neraca, sedangkan menurut Omnibus Statement (IAI,2011) : istilah yang digunakan
adalah laporan posisi keuangan.
4. Utang
Pajak (Taxes Payable)
Utang pajak yaitu kewajiban pajak
perusahaan yang harus dilunasi dalam periode berikutnya, misalnya utang Pph 21
(pajak pertambahan atas gaji, upah, honorarium), PPh 25 (pajak penghasilan
badan), PPN (pajak pertambahan nilai), dan lai-lain.
5. Biaya
Masih Harus Dibayar (Accrued Expenses)
Biaya yang masih harus dibayar yaitu
biaya yang sudah terjadi dan menjadi beban periode yang diperiksa, tetapi baru
akan dilunasi dalam periode berikutnya. Misalnya biaya gaji, biaya listrik,
telepon, air, dan lain-lain.
6. Voucher Payable (Dalam
Hal Digunakan Voucher System)
7. Utang
Dividen (Dividend Payable)
8. Pendapatan
Yang Diterima Di Muka (Unearned Revenue)
9. Uang
Muka Penjualan
10. Utang
Pemegang Saham
11. Utang Leasing
(Kewajiban Sewa) Yang Jatuh Tempo Satu Tahun Yang Akan Datang
12. Utang
Bunga
13. Utang
Perusahaan Afilasi (Utang Dalam Rangka Hubungan Khusus)
2.4 Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam mengaudit
liabilitas jangka pendek
Beberapa
hal yang harus diperhatikan dalam mengaudit liabilitas jangka pendek adalah
sebagai berikut :
1. Kecenderungan
perusahaan untuk mencatat liabilitasnya lebih rendah dari yang sebenarnya (understatement of liabilities) dengan
tujuan untuk melaporkan laba lebih besar dari jumlah yang sebenarnya.
Misalnya
dengan tidak mencatat sebagian biaya dan pembelian barang dagangan/bahan baku
yang belum dibayar.
Untuk
itu auditor harus melakukan prosedur yang disebut : “searching of unrecorderd liabilities”, dengan cara memeriksa
pembayaran sesudah tanggal laporan posisi keuangan (neraca).
2. Perbedaan
antara accounts payable dan accrued
expenses
Accounts payable
angkanya lebih pasti karena perusahaan mencatat kewajibannya berdasarkan
invoice yang diterimanya dari supplier. Accrued
expenses angkanya didasarkan estimasi, sehingga jumlahnya kurang pasti dibandingkan accounts payable.
2.5 Tujuan Audit Liabilitas Jangka
Pendek Berdasarkan Kelompok Asersi
ASERSI
|
PROSEDUR
|
Keberadaan atau
Keterjadian
|
·
Konfirmasi pada pihak ketiga
·
Cek dokumen
|
Kelengkapan
|
·
Cek daftar transaksi, perjanjian
atau dokumen lain terkait
|
Hak dan Kewajiban
|
·
Cek kriteria dari kewajiban
tersebut dengan melihat dokumen terkait dengan barang tersebut.
|
Penilaian atau alokasi
|
·
Uji penilaian hutang saat ini
dengan memperhatikan pembayaran, potongan atau denda yang telah terjadi
|
Penyajian dan
Pengungkapan
|
·
Cek penyajian hutang jangka
pendek tersebut apakah sudah sesuai dengan standar
|
2.6 Tujuan Pemeriksaan Liabilitas
Jangka Pendek
1.
Memeriksa
apakah terdapat internal control yang baik atas liabilitas jangka pendek.
Jika internal control atas liabilitas
jangka pendek disimpulkan oleh auditor cukup baik maka ruang lingkup pemeriksaan
atas liabilitas jangka pendek dapat dipersempit dan sebaliknya jika disimpulkan
lemah, ruang lingkup pemeriksaan harus diperluas.
Perlu
diperhatikan beberapa ciri internal control yang baik atas liabilitas jangka
pendek.
a.
Adanya
pemisahan tugas antara bagian pembelian, bagian penerimaan barang, bagian gudang, bagian akuntansi,
dan bagian keuangan.
b.
Digunakannya formulir-formulir yang bernomor urut
tercetak (prenumbered) untuk permintaan pembelian (purchase requisition), order pembelian (purchase order), dan laporan penerimaan
barang (receiving report).
c. Adanya
sistem otorisasi untuk pembelian maupun pelunasan utang
d.
Digunakannya sistem tender untuk
pembelian dalam jumlah yang besar,
dimana
beberapa supplier diundang untuk memasukkan penawaran tertulis dalam amplop
tertutup ke panitia tender.
e.
Dibuatnya buku tambahan (subsidiary ledger) untuk utang usaha,
dan setiap akhir
bulan jumlah saldo utang usaha menurut subsidiary
ledger harus dibandingkan (direconcile) dengan saldo utang usaha menurut general ledger
yang merupakan perkiraan pengendali (controlling
account).
f. Jumlah
barang yang dicantumkan dalam faktur pembelian (supplier
invoice) harus dibandingkan dengan jumlah yang dilaporkan
dalam receiving report dan purchase order, untuk mencegah
pembayaran atas barang yang dibeli melebihi jumlah barang yang dipesan dan yang
diterima.
g. Faktur
pembelian dan dokumen pembelian lainnya harus dicap lunas (stamp paid) untuk
menghindari digunakannya dokumen-dokumen tersebut untuk proses pembayaran yang
kedua kalinya.
2. Memeriksa apakah liabilitas jangka pendek
yang tercantum di laporan posisi keuangan (neraca) didukung oleh bukti-bukti
yang lengkap
dan berasal dari transaksi yang
betul-betul terjadi.
Jika liabilitas jangka pendek merupakan
utang usaha, yang berasal dari pembelian secara kredit, maka utang tersebut
harus didukung oleh bukti-bukti yang lengkap, seperti: purchase requisition,
purchase order, supplier invoice, dan receiving report. Selain itu, pembelian tersebut
harus diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang, misalnya
manajer pembelian, dan manajer akuntansi dan keuangan.
Jika
liabilitas jangka pendek berupa utang dividen, maka harus didukung oleh notulen
rapat umum pemegang saham yang memberikan otorisasi untuk pembagian dividen.
Jika herupa kredit bank, harus didukung oleh perjanjian kredit dan notulen
rapat direksi yang memberikan otorisasi untuk peminjaman uang dari bank. Begitu
juga jika berupa utang pemegang saham, harus didukung oleh perjanjian kredit.
Jika ada utang pemegang saham, maka tidak boleh ada setoran modal yang belum
dilunasi oleh pemegang saham.
3. Memeriksa
apakah semua liabilitas jangka pendek perusahaan sudah tercatat pada tanggal
laporan posisi keuangan (neraca).
Dalam hal
ini auditor harus meyakinkan diri bahwa tidak ada unrecorded liabilities. Untuk
itu auditor harus memeriksa semua perjanjian yang dibuat perusahaan dengan
pihak ketiga, memeriksa notulen rapat direksi dan pemegang saham dan mengirim
konfirmasi ke penasihat hukum (legal consultant/lawyer) perusahaan.
4. Memeriksa
apakah accrued expenses jumlahnya reasonable, dalam arti tidak terlalu
besar dan tidak terlalu kecil.
Untuk itu
auditor harus memeriksa dasar perhitungan accrued expenses yang dibuat
perusahaan, apakah masuk akal dan konsisten dengan tahun sebelumnya. Misalnya
untuk accrued travelling expenses (biaya perjalanan yang masih harus dibayar)
harus diperiksa untuk perjalanan ke mana, menggunakan pesawat terbang apa,
berapa lama perjalanannya, menginap di hotel mana dan sebagainya.
5. Memeriksa
apakah kewajiban leasing (sewa), jika ada, sudah dicatat sesuai dengan standar
akuntansi sewa (PSAK 30 Revisi 2015 tentang Sewa).
Misalnya
jika ada utang leasing untuk pembelian mesin pabrik, maka harga perolehan mesin
dan utang leasing harus dicatat sebesar nilai tunainya. Selain itu, bagian dari
utang leasing yang jatuh tempo dalam waktu satu tahun yang akan datang harus
dicatat sebagai liabiitas jangka pendek. Sedangkan yang jatuh temponya lebih
dari satu tahun yang akan datang harus dicatat sebagai liabilitas jangka
panjang.
Menurut IAI-PSAK 2015:30.4
Suatu sewa diklasifikasikan
sebagai sewa pembiayaan jika sewa tersebut mengalihkan secara substansial
seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset. Suatu sewa
diklasifikasikan sebagai sewa operasi jika sewa tidak mengalihkan secara
substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset.
Klasifikasi
sewa sebagai sewa pembiayaan atau sewa operasi didasarkan pada substansi
transaksi dan bukan pada bentuk kontraknya. Contoh dari situasi yang secara
individual atau gabungan pada umumnya mengarah pada sewa yang diklasifikasikan
sebagai sewa pembiayaan adalah:
(a)
Sewa
mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa;
(b)
Lessee
memiliki opsi untuk membeli aset pada harga yang diperkirakan cukup rendah
dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga
pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi tersebut akan dilaksanakan;
(c)
Masa
sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomis aset meskipun hak milik tidak
dialihkan;
(d)
Pada
awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial
mendekati seluruh nilai wajar aset sewaan; dan
(e)
Aset
sewaan bersifat khusus dan hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa perlu
modifikasi secara material.
6. Memeriksa
apakah seandainya ada liabilitas jangka pendek dalam mata uang asing per
tanggal laporan posisi keuangan (neraca), sudah dikonversikan dalam rupiah
dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia per tanggal laporan posisi
keuangan (neraca) dan selisih kurs yang terjadi sudah dibebankan/dikreditkan
pada laba rugi tahun berjalan.
Misalkan
pada tanggal 31 Oktober 2015 perusahaan membeli barang dagangan secara kredit
dari luar negeri sebesar US$100.000, kurs saat itu adalah Rp13.000 per 1 US$
sehingga utang usaha dicatat sebesar Rp1.320.000.000. Per tanggal 31 Desember
2015, utang tersebut masih belum dilunasi dan kurs Bank Indonesia saat itu per
US$: beli Rp13.400, jual Rp13.200 berarti kurs tengah adalah Rp13.300 per 1
US$.
Jurnal penyesuaian yang
harus dibuat per 31 Desember 2015 adalah:
DR. Laba/Rugi Selisih Kurs
Rp30.000.000
CR. Utang
Usaha Rp30.000.000
7. Memeriksa
apakah biaya bunga dan bunga yang terutang dari liabilitas jangka pendek telah
dicatat per tanggal laporan posisi keuangan (neraca).
Dalam hal
ini auditor harus yakin bahwa semua bunga liabilitas jangka pendek, baik dari
utang bank, utang pemegang saham dan lain-lain, sudah dicatat sebagai beban
perusahaan dan jika bunga tersebut belum dibayar, sudah dicatat sebagai utang
bunga per tanggal laporan posisi keuangan (neraca).
8. Memeriksa
apakah biaya bunga liabilitas jangka pendek yang tercatat pada tanggal laporan
posisi keuangan (neraca), betul telah terjadi, dihitung secara akurat, dan
merupakan beban perusahaan.
Auditor
harus yakin bahwa bunga yang dibebankan dalam laporan laba rugi, berasal dari
pinjaman jangka pendek yang digunakan perusahaan dan didukung oleh perjanjian
kredit yang sah, sehingga betul-betul merupakan beban perusahaan. Selain itu
auditor harus melakukan pengecekan apakah perhitungan bunga sudah dilakukan
secara akurat, walaupun beban bunga dicatat berdasarkan nota debit dari bank (berarti
dihitung oleh bank).
9. Memeriksa
apakah semua persyaratan dalam perjanjian kredit telah diikuti oleh perusahaan
sehingga tidak terjadi "bank default".
Biasanya
dalam perjanjan kredit bank mencantumkan beberapa persyaratan yang harus dipatuhi
nasabahnya, antara lain.
a.
Perusahaan
tidak boleh mengganti "manajer kunci tanpa seizin bank";
b.
Current
ratio harus dijaga pada tingkat tertentu;
c.
Tidak
boleh terlambat dalam membayar bunga.
Jika persyaratan tersebut
dilanggar oleh perusahaan, maka terjadi "bank default" dan hal
tersebut harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan (notes to
financial statements).
10. Memeriksa apakah penyajian
liabilitas jangka pendek di dalam (neraca) laporan posisi keuangan dan catatan
atas laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia
ETAP/PSAK/IFRS.
Misalnya,
jika perusahaan mempunyai kredit jangka pendek dari bank atau mempunyai utang
leasing (sewa), maka dalam catatan atas laporan keuangan harus diungkapan
antara lain:
a. platon
kredit;
b. jangka
waktu kredit;
c. tingkat
bunga;
d. jaminan
kredit;
e. pengembalian
kredit dan pembayaran bunga apakah dalam rupiah atau mata uang asing;
f. nilai
tunai aset dalam rangka sewa guna;
g. jenis
leasing;
h. jangka
waktu leasing.
2.7 Prosedur Pemeriksaan Liabilitas
Jangka Pendek
1.
Pelajari
dan evaluasi internal control atas liabilitas jangka pendek.
Dalam
hal ini auditor dapat menggunakan internal control questionnaires, flow chart
atau penjelasan narrative. Karena utang usaha merupakan bagian dari siklus
pembelian,utang usaha dan pengeluaran kas, maka bisa digunakan internal control
questionnaires untuk pembelian, utang usaha dan pengeluaran kas.
Jika
dari evaluasi internal control atas liabiliatas jangka pendek, auditor
menyimpulkan bahwa internal controlnya baik atau berjalan efektif, maka
substantive test atas liabilitas jangak pendek bisa dikurangi. Dengan perkataan
lain, ruang lingkup pemeriksaan bisa dibatasi.
2.
Minta
rincian dari liabilitas jangka pendek, utang usaha maupun liabilitas lainnya,
kemudian periksa penjumlahannya (footing) serta cocokkan saldonya dengan saldo
utang (kewajiban) di buku besar (controlling account).
Harus
diingat bahwa rincian-rincian tersebut harus disiapkan oleh klien. Tugas
auditor adalah memeriksa rincian tersebut, bukan menyusun rincian.
Jika
rincian yang diberikan klien tidak cocok dengan saldo buku besarnaya atau
terdapat kesalahan footing, maka auditor harus mengembalikan rician tersebut
kepada klien untuk diperbaiki.
Selain
rincian utang usaha, yang harus diminta dari klien adalah rincian biaya yang
masih harus dibayar, liabilitas dan lain-lain, utang pajak, dan lain-lain.
3.
Untuk
utang usaha cocokkan saldo masing-masing supplier dengan saldo menurut
suhsidiary ledger utang usaha (jika jumlah suppliernya banyak, tidak usah 100%
Jika
jumlah supplier banyak (misalkan seratus
supplier) dan internal control client baik, maka pencocokan ke subledger bisa
dibatasi jumlahnya. Seandainya ditemukan perbedaan anatara saldo dirincian
utang usaha dan saldo di subledger utang usaha, harus diminta agar klien yang mencari penyebab perbedaan
tersebut.
4.
Secara
test basis (sampling), periksa bukti pendukung dari saldo utang kepada beberapa
supplier, perhatikan apakah angkanya cocok dengan purchase requisition,
purchase order, receiving report dan supplier invoice. Periksa juga perhitungan
mathematis (mathematical accuracy) dari dokumen-dokumen tersebut dan otorisasi
dari penjabat perusahaan yang berwenang.
5.
Seandainya
terdapat monthly statement of account dari supplier, maka harus dilakukan
rekonsiliasi antara saldo utang menurut statement of account tersebut dengan
saldo subsidiary ledger utang.
6.
Pertimbangkan
untuk mengirim konfirmasi kepada beberapa supplier baik yang saldonya besar
maupun yang saldonya tidak berubah sejak tahun sebelumnya.
Auditor
tidak harus mengirim konfirmasi untuk utang usaha, karena sumber pencatatan
utang usaha berasal dari luar perusahaan
(misalnya faktur dari supplier), dan
tujuan konfirmasi adalah untuk memeriksa keakuratan data akuntansi klien. Jadi
lain dengan konfirmasi piutang yang merupakan audit prosedur standar yang harus
dilakukan auditor.
Apalagi
jika sebagian besar supplier terbiasa
untuk mengirim monthly statement of account, maka auditor hanya perlu mencokkan
saldo utang usaha menurut rincian dengan saldo menurut monthly statement of
account tersebut.
7.
Periksa
pembayaran sesudah tanggal laporan posisi keuangan (neraca) (subsequent
payment) untuk mengetahui apakah ada liabilitas yang belum dicatat (unrecorded
liabilities) per tanggal laporan posisi keuangan (neraca) dan untuk menyakinkan
diri mengenai kewajaran saldo liabilitas per tanggal laporan posisi keuanagan
(neraca).
Caranya
adalah dengan me-review buku pengeluaran kas sesudah tanggal laporan
posisi keuangan (neraca) sampai mendekati tanggal selesainya pemeriksaan
lapangan. Perhatikan apakah ada pembayaran-pembayaran di periode sesudah
tanggal laporan posisi keuangan (neraca) yang menyangkut pembelian atau biaya
untuk tahun yang diperiksa yang belum dicatat sebagai liabitas jangka pendek
per tanggal laporan posisi keuangan (neraca). Periksa juga notulen rapat
direksi, pemegang saham, dewan komisaris untuk mengetahui apakah ada kewajiban
perusahaan, misalnya pembagian bonus, yang baru akan dibayar diperiode
berikutnya dan belum dicatat sebagai liabilitas per tanggal laporan posisi
keuangan (neraca. Auditor juga harus memeriksa bukti-bukti pembayaran di
subsequent period yang berkaitan dengan kewajiban yang terjadi di tahun yang
diperiksa.
8.
Seandainya
ada utang kepada bank dalam bentuk kredit modal kerja, kredit investasi, maupun
kredit overdraft, maka kirim konfirmasi ke bank, periksa surat perjanjian
kreditnya dan buatkan excerpt dari perjanjian kredit tersebut, dan periksa
otorisasi dari direksi untuk perolehan kredit bank tersebut.
9.
Seandainya
ada utang dari pemegang saham atau dari direksi atau dari perusahaan afiliasi,
yang harus dilunasi dalam waktu satu tahun yang akan datang, harus dikirm
konfirmasi, periksa perjanjian kreditnya dan periksa apakah ada pembebanan
bunga atas pinjaman tersebut.
10. Seandainya ada utang leasing
(sewa), periksa apakah pencatatannya sudah sesuai dengan standar akuntansi sewa
(PSAK No. 30 Revisi 2015 tentang Sewa) dan apakah bagian yang jatuh tempo dalam
waktu satu tahun yang akan datang sudah dicatat (direklasifikasi) sebagai
liabilitas jangka pendek.
11. Periksa perhitungan dan pembayaran
bunga, apakah sudah dilakukan secara akurat dan tie-up jumlah beban bunga
tersebut dengan jumlah yang tercantum pada laporan laba rugi. Perhatikan juga
aspek pajaknya.
12. Seandainya ada saldo debit dari utang
usaha maka harus ditelusuri apakah ini merupakan uang muka pembelian atau
karena adanya pengembalian barang yang dibeli tetapi sudah dilunasi sebelumnya.
Kalau jumlahnya besar (material) harus direklasifikasi sebagai piutang.
13. Seandainya ada uang muka penjualan
per tanggal laporan posisi keuangan (neraca), periksa bukti pendukungnya dan
periksa apakah saldo tersebut sudah diselesaikan di periode berikutnya
(subsequent clearance) misalnya dengan mengirimkan barang yang dipesan oleh
pembeli.
14. Seandainya ada kredit jangka
panjang, harus diperiksa apakah bagian yang jatuh tempo satu tahun yang akan
datang sudah direklasifikasi sebagai liabilitas jangka pendek.
15. Seandainya ada kewajiban dalam mata
uang asing, periksa apakah saldo tersebut per tanggal laporan posisi keuangan
(neraca) telah konversikan kedalam rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank
Indonesia per tanggal laporan posisi keuangan (neraca), dan selisih kurs yang
terjadi dibebankan/dikreditkan pada laba rugi tahun berjalan.
16. Untuk utang PPh 21 dan PPN periksa
apakah utang tersebut sudah dilunasi pada periode berikutnya. Seharusnya utang
PPh 21 dan PPN per 31 Desember dilunasi pada periode berikutnya. Seharusnya
utang PPh 21 dan PPN per 31 Desember dilunasi di bulan januari tahun
berikutnya.
Sedangkan
untuk PPh Badan harus diperiksa apakah pada waktu mengisi dan memasukan SPT PPh
Badan, perusahaan telah membayar PPh 29 (setoran akhir).
17. Periksa dasar perhitungan accrued
expenses yang dibuat oleh perusahaan, apakah reasonable dan konsisten dengan
dasar perhitungan tahun sebelumnya. Selain itu harus diperiksa pembayaran sesudah tanggal laporan
posisi keuangan (neraca).
Perlu
diketahui bahwa untuk memperkecil laba, bias juga perusahaan memperbesar jumlah
accrued expenses-nya. Dengan memeriksa pembayaran sesudah tanggal
laporan posisi keuangan (neraca) auditor bias mengetahui apakah jumlah yang di accrued
betul-betul dibayar ditahun berikutnya dalam jumlah yang kurang lebih sama.
Selain
itu bias diketahui seandainya ada biaya-biaya tahun yang diperiksa yang belum
dicatat di periode sesudah tanggal laporan posisi keuangan (neraca), sehingga
harus diusulkan audit adjust-nya oleh auditor.
18. Periksa notulen rapat direksi,
pemegang saham dan perjanjian-perjanjian yang dibuat perusahaan dengan pihak
ketiga, untuk mengetahui apakah semua kewajiban yang tercantum dalam notulen
dan perjanjian tersebut sudah dicatat per tanggal laporan posisi keuangan
(neraca).
19. Kirim konfirmasi kepada penasihat
hukum perusahaan
Tujuannya
adalah untuk mengetahui apakah perusahaan mempunyai masalah dibidang hukum yang
memerlukan bantuan dari legal consultant atau lawyer. Misalnya
ada tuntuan di pengadilan yang per tanggal laporan posisi keuangan (neraca)
prosesnya belum selesai. Seperti diketahui proses peradilan memakan waktu yang
cukup lama (mulai dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah
Agung).
Hal
ini menyebabkan timbulnya contingent liabilities, yaitu liabilitas yang
mungkin terjadi, mungkin juga tidak terjadi, tergantung pada kejadian dalam
periode berikutnya.
20. Periksa apakah penyajian liabilitas
jangka pendek di laporan posisi keuangan (neraca) dan catatan atas laporan
keuangan sudah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan ETAP/PSAK/IFRS.
Entitas mengklasifikasikan
liabilitas sebagai liabilitas jangka pendek jika:
(a) Entitas
memperkirakan akan menyelesaikan liabilitas tersebut dalam siklus operasi
normal.
(b) Entitas
memiliki liabilitas tersebut untuk tujuan diperdagangkan.
(c) Liabilitas
tersebut jatuh tempo untuk diselesaikan dalam jangka waktu dua belas bulan
setelah periode pelaporan; atau
(d) Entitas
tidak memiliki hak tanpa syarat untuk menangguhkan penyelesaian liabilitas
selama sekurang-kurangnya dua belas bulan setelah periode pelaporan.
Persyaratan liabilitas yang dapat mengakibatkan diselesaikannya liabilitas
tersebut dengan menerbitkan instrument ekuitas, sesuai dengan pilihan pihak
lawan, tidak terdampak terhadap klasifikasi liabilitas tersebut.
Entitas mengklasifikasikan
liabilitas yang tidak termasuk kategori tersebut sebagai liabilitas jangka
panjang.
Beberapa liabilitas jangka pendek, seperti utang
dagang, bebrapa akrual untuk biaya karyawan dan biaya operasi lain, merupakan
bagan modal kerja yang digunakan dalam siklus operasi normal entitas. Entitas
mengklasifikasikan liabilitas tersebut sebagai liabilitas jangka pendek
meskipun liabilitas tersebut jatuh tempo untuk diselesaikan lebih dari dua
belas bulan setelah periode pelaporan. Siklus operasi normal yang sama
diterapkan pada klasifikasi asset dan liabilitas entitas. Jika dapat
diidentifikasi secara jelas, maka siklus operasi normal entitas diasumsikan dua
belas bulan.
2.8 Pengujian Subtantif Terhadap
Liabilitas Jangka Pendek
Tujuan pengujian substansif
liabilitas jangka pendek adalah :
a)
Memperoleh
keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi terhadap saldo liabilitas jangka
pendek di neraca.
b)
Membuktikan
penyajian dan pengungkapan liabilitas jangka pendek sesuai dengan prinsip akuntansi
berterima umum diindonesia.
c) Membuktikan keberadaan liabilitas
jangka pendek dan keterjadian transaksi yang berkaitan dengan liabilitas jangka
pendek yang dicantumkan di neraca.
d) Membuktikan kelengkapan transaksi
yang dicatat dalam catatan akuntansi dan kelengkapan saldo liabilitas jangka
pendek yang disajikan di neraca.
e) Membuktikan kewajiban klien yang
dicantumkan di neraca.
f)
Membuktikan
kewajaran penyajian dan pengungkapan liabilitas jangka pendek di neraca
Program pengujian substansif
terhadap liabilitas jangka pendek
dijelaskan sebagai berikut :
a) Prosedur Audit awal
Lakukan
prosedur audit awal atas saldo liabilitas jangka pendek yang akan diuji lebih
lanjut.
Ø Usut saldo liabilitas jangka pendek
yang tercantum didalam neraca ke saldo akun utang yang bersangkutan dibuku
besar.
Ø Hitung kembali saldo akun liabilitas
jangka pendek didalam buku besar
Ø Usut posting pendebitan dan
pengkreditan akun liabilitas jangka pendek ke dalam jurnal yang bersangkutan
b) Pengujian Analitis
Lakukan
prosedur analitis :
Ø Hitung ratio berikut.
·
Utang
dengan total aktiva.
Rumus = Total Utang : Total Aktiva
·
Utang
dengan modal.
Rumus = Total Utang : Total Ekuitas
·
Times
interest earned.
Rumus = Laba Bersih Usaha : Biaya Bunga Obligasi
·
Biaya
bunga dengan utang.
Rumus = Biaya Bunga : Rata-rata Utang
c) Pengujian Terhadap Transaksi Rinci
Ø Usut penerimaan uang dari penarikan liabilitas
jangka pendek
Ø Periksa aktiva yang dijaminkan dalam
penarikan liabilitas jangka pendek.
d) Pengujian Terhadap Akun Rinci
Ø Minta atau buatlah daftar liabilitas
jangka pendek.
Ø Minta dan pelajari surat perjanjian
penarikan kredit jangka pendek.
e) Verifikasi Penyajian dan
Pengungkapan
Ø Periksa klasifikasi liabilitas
jangka pendek yang segera jatuh tempo
didalam neraca
Ø Periksa penjelasan yang bersangkutan
tentang liabilitas jangka pendek.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 Simpulan
Liabilitas jangka pendek adalah liabilitas perusahaan
kepada pihak ketiga yang jatuh tempo atau harus dilunasi dalam waktu kurang
atau sama dengan satu tahun atau dalam satu siklus operasi normal perusahaan,
biasanya dengan menggunakan aset lancar (current
assets) perusahaan.
Perusahaan juga mempunyai kecenderungan
untuk mencatat liabilitas jangka pendeknya
lebih rendah dari yang sebenarnya dengan tujuan untuk melaporkan laba lebih
bersih dari jumlah yang sebenarnya. Oleh sebab itu, perlu dilakukannya pengauditan
atas liabilitas jangka pendek agar kecurangan-kecurangan yang dilakukan
perusahaan akan terungkap.
3.2 Saran
Adapun saran yang ingin penulis sampaikan adalah
keinginan penulis atas partisipasi para pembaca, agar sekiranya mau
memberikan kritik dan saran yang sehat dan bersifat membangun demi kemajuan
penulisan makalah ini. Kami sadar bahwa penulis adalah manusia biasa yang
pastinya memiliki kesalahan. Oleh karena itu, dengan adanya kritik dan saran
dari pembaca, penulis bisa mengkoreksi diri dan menjadikan makalah yang ke
depannya menjadi makalah yang lebih baik serta dapat memberikan manfaat yang lebih
bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes,
Sukrisno. 2019. Auditing : Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan
Publik. Buku 2. Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.
Mulyadi.
2014, Auditing Edisi 6. Jakarta : Salemba Empat.
Theodorus
M. Tuanakotta. 2014, Audit Berbasis ISA. Jakarta : Salemba Empat
****************
Yang mau download materinya dalam bentuk dokumen yuk klik link dibawah ini ..
No comments:
Post a Comment