Konsep Biaya
1.1 Latar
belakang
Biaya dijadikan sebagai
dasar pencatatan nilai dalam akuntansi pada tahap pembebanan. Konsep dasar yang
melandasi pembebanan biaya adalah konsep upaya dan hasil. Atas dasar konsep tersebut biaya dapat dipisah menjadi dua, yaitu
biaya yang masih menjadi potensi jasa (melekat pada aktiva) dan biaya yang
potensi jasanya dianggap sudah habis dalam rangka menghasilkan pendapatan.
Secara konseptual dan
atas dasar konsep kontinuitas usaha, biaya akan diperlakukan mula-mula sebagai
asset dan baru kemudian diperlakukan sebagai beban pendapatan atau biaya.
Walaupun demikian, secara teknis dapat saja biaya langsung dibebankan (di
debit) ke biaya yang nantinya langsung menjadi beban pendapatan. Hal ini
dimungkinkan apabila perusahaan hanya berdiri untuk jangka pendek atau apabila
potensi jasa diperoleh untuk jangka pendek sehingga segera habis digunakan dan
dapat langsung dibebankan ke pendapatan tanpa melalui tahap sebagai asset.
Dengan landasan konsep
dasar kontinuitas usaha serta upaya dan hasil, masalah teoritis dalam tahap
pembebanan adalah pemecahan aliran biaya yang telah diakui sebagai asset
menjadi bagian yang merupakan biaya periode berjalan dalam rangka penentuan
laba periodik dan bagian yang baru akan menjadi biaya dalam periode-periode
berikutnya. Sarana teknik untuk menunjukkan pemecahan ini adalah statemen
laba-rugi dan neraca. Statemen laba-rugi menyajikan bagian kos yang dibebankan
pada periode berjalanan sebagai biaya sedangkan neraca melaporkan kos yang
masih akan dibebankan pada periode-periode berikutnya. Jadi, neraca merupakan
sarana memindahkan biaya potensi jasa yang belum terhabiskan (expired) dan merupakan mata rantai
penghubung serangkaian statemen laba-rugi.
Pembebanan biaya satu
periode akuntansi didasarkan pada kriteria penentuan habisnya manfaat biaya
tersebut. Pertama, apakah manfaat biaya habis dalam rangka penyerahan
produk/jasa, atau disebut biaya (expenses).
Kedua, apakah manfaat biaya habis karena sebab lain, yang digolongkan sebagai
rugi (losses). Maka penyusun
mencoba menguraikan
konsep biaya dalam makalah ini.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Apa definisi biaya?
1.2.2
Sebutkan karakteristik biaya!
1.2.3
Jelaskan perbedaan antara biaya dan rugi
(losses)!
1.2.4
Bagaimana pengukuran biaya?
1.2.5
Bagaimana pengakuan biaya?
1.2.6
Bagaimana konsep penandingan biaya
dengan pendapatan?
1.3 Tujuan
1.3.1
Untuk mengetahui definisi biaya.
1.3.2
Untuk mengetahui karakteristik biaya.
1.3.3
Untuk mengetahui perbedaan antara biaya
dan rugi (losses).
1.3.4
Untuk mengetahui pengukuran biaya.
1.3.5
Untuk mengetahui pengakuan biaya.
1.3.6
Untuk mengetahui konsep penandingan
biaya dengan pendapatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Biaya
Secara
umum, dapat dikatakan bahwa cost yang
telah dikorbankan dalam rangka menciptakan pendapatan disebut dengan biaya. IAI
(1994) dalam Ghozali dan Chariri (2014:350)
mendefinisikan beban (expenses)
adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk
arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang
mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam
modal (Paragraf 70).
Dari pengertian di atas dapat dilihat
bahwa biaya pada akhirnya merupakan aliran keluar aktiva meskipun kadang-kadang
harus melalui hutang lebih dahulu.
Secara konseptual biaya lebih bersifat
penurunan aktiva daripada kenaikan hutang. Biaya akan terjadi bila produk
tertentu diserahkan untuk menciptakan pendapatan. Penggunaan aktiva dapat
dikatakan sebagai biaya apabila penggunaan tersebut berkaitan langsung dengan
penyerahan produk (menghasilkan pendapatan) dan bukan pengubahan aktiva menjadi
potensi jasa (aktiva) yang lain.
Sementara Kam (1990) dalam Ghozali dan
Chariri (2014:350) mendefinisikan biaya sebagai penurunan nilai aktiva
atau kenaikan hutang atau kenaikan ekuitas pemegang saham (stockholder's equity) sebagai akibat pemakaian barang atau jasa
oleh suatu unit usaha untuk menghasilkan pendapatan pada periode berjalan.
Misalnya, perusahaan menggunakan jasa tenaga kerja dan gaji tenaga kerja
tersebut dibayar dengan kas atau aktiva lain. Pemakaian jasa tersebut jelas menunjukkan
adanya penurunan nilai aktiva (berkurangnya kas atau aktiva lain). Apabila gaji
tenaga kerja tersebut tidak langsung dibayar atau dibayar di lain waktu, maka
penggunaan jasa tenaga kerja tersebut akan menaikkan hutang. Sementara itu,
bila tenaga kerja dibayar dengan sejumlah tertentu saham, penggunaan tenaga
kerja akan menambah stockholder's equity.
Dari definisi-definisi di atas, definisi
yang dikemukakan IAI sejalan dengan definisi yang diajukan Kam. Keduanya
mendefinisikan biaya dari sudut pandang peristiwa moneter (penurunan aktiva,
kenaikan hutang/ kenaikan ekuitas).
Setiap cost yang dinyatakan keluar dalam rangka menghasilkan pendapatan
disebut dengan biaya. Baik itu biaya yang berasal dari cost aktiva maupun yang berasal dari cost yang langsung dibebankan sebagai biaya tanpa dicatat lebih
dahulu sebagai aktiva.
2.2 Karakteristik
Biaya
Sebagai
lawan dari pendapatan, terdapat dua karakteristik penting yang melekat pada
makna biaya yaitu:
1. Aliran
keluar atau penurunan asset (outflow of
assets, gross decreases in assets, decreases in economic benefits, using up of
assets, consumption of assets, use of economic services, expired costs,
applicable costs to current period).
2.
Akibat kegiatan yang membentuk operasi
utama yang menerus (ongoing major
operations, profit-directed activities, for the purpose of generating revenues,
creation of revenues, earning activities).
Selain dua karakteristik utama diatas,
terdapat karakteristik lain yang bersifat sebagai konsekuensi, pendukung, atau
penjelas. Karakteristik pendukung diantaranya :
1.
Kenaikan Kewajiban
2.
Penurunan Ekuitas
Penurunan asset
Untuk dapat menentukan bahwa biaya timbul, harus
terjadi transaksi atau kejadian yang menurunkan asset atau menimbulkan aliran
keluar asset atau sumber ekonomik. Asset dalam hal ini harus diartikan sebagai
semua asset perusahaan sebagai satu kesatuan (bukan hanya asset tertentu misalnya
sediaan bahan baku). Dengan demikian, konsumsi (consumption) atau pemakaian (using
up) asset atau manfaat ekonomik harus diartikan bahwa manfaat ekonomik
asset (direpresentasi oleh biaya) telah habis karena melekat pada barang atau
jasa yang telah diserahkan (keluar) dari
kesatuan usaha sehingga kesatuan usaha tidak menguasai lagi manfaat tersebut.
Pemakaian bahan baku untuk pembuatan produk tidak dapat disebut sebagai biaya
kalau produk tersebut belum terjual (keluar dari kesatuan usaha) karena kalau
produk belum terjual sebenarnya belum terjadi penurunan asset. Yang terjadi
hanyalah perubahan bentuk asset sebagai potensi jasa.
Operasi Utama yang Menerus
Tidak semua penurunan atau konsumsi asset membentuk
biaya. Agar menjadi biaya konsumsi tersebut harus berkaitan dengan kegiatan
utama atau sentral kesatuan usaha. Yang dimaksud dengan kegiatan utama adalah
kegiatan penciptaan pendapatan (laba) yang direpresentasi dalam kegiatan
memproduksi/mengirim barang atau menyerahkan/melaksanakan jasa. Karena dianggap
perusahaan ingin mendapatkan dan mengukur laba dengan tepat, harus ada kaitan
yang logis antara biaya dan pendapatan. Dalam hal ini, operasi utama perusahaan
merupakan basis utama untuk menghubungkan biaya dan pendapatan.
Jadi, sebagaimana berlaku untuk pendapatan,
pengertian operasi menunjuk kegiatan operasi yang merupakan elemen statemen
aliran kas yaitu, operasi (operating),
investasi (investing), dan pendanaan (financing). Biaya adalah penurunan
asset yang berkaitan dengan operasi dan bukan dengan investasi dan pendanaan.
Kenaikan Kewajiban
Semua badan autoritatif mendefinisikan biaya tidak
hanya dari sudut penurunan asset tetapi dari kenaikan kewajiban. Alasannya
adalah agar makna biaya cukup luas untuk mencukupi pula pos-pos yang timbul
dalam penyesuaian akhir tahun.
Itulah sebabnya Kam (1990) dalam Suwardjono
(2015:401) menyarankan pengguna frasa “using up of goods and services” daripada “using up of assets“ (pemanfaatan aset). Memang barang dan jasa yang
telah diperoleh perusahaan umumnya diakui sebagai asset. Akan tetapi, tidak
semua barang dan jasa dicatat sebagai asset tetapi langsung dimanfaatkan
menjadi biaya. Pengakuan langsung potensi jasa menjadi biaya semata-mata oleh
alasan praktis karena potensi jasa tersebut akan dibebankan sebagai biaya pada
periode terjadinya. Alasan konseptual tetap berlaku yaitu kos potensi jasa
diperlakukan sebagai asset walaupun seketika itu langsung dibebankan ke
pendapatan.
Gagasan Kam justru relevan untuk mendukung
pendefinisian biaya sebagai kenaikan kewajiban. Bila barang dan jasa telah
dimanfaatkan oleh perusahaan tetapi perusahaan tidak mengakuinya sebagai asset
sebelumnya atau perusahaan belum mengakui kewajiban atas penggunaan barang dan
jasa yang dikuasai pihak lain, perusahaan mempunyai keharusan untuk membayar
atau melakukan pengorbanan sumber ekonomik di masa datang sehingga kewajiban
timbul. Sebagai contoh adalah tarif (fee)
pengiriman barang oleh perusahaan ekspedisi yang belum dibayar perusahaan. Jasa
pengiriman telah dikonsumsi dan menimbulkan pendapatan sehingga biaya harus
timbul diikuti dengan kenaikan kewajiban.
Penurunan Ekuitas
Definisi IAI dalam Suwardjono (2015:402) secara eksplisit
menyebutkan bahwa penurunan asset akhirnya akan mengubah ekuitas (can change owner’s equity) atau menurunkan
ekuitas (result in decreases in equity).
Pendefinisian ini sebenarnya menegaskan bahwa akuntansi menganut konsep
kesatuan usaha sehingga ekuitas secara konseptual adalah utang perusahaan
kepada pemilik. Oleh karena itu, turunnya asset sebagai biaya harus
mengakibatkan turunnya ekuitas. Bila ekuitas akhirnya tidak terpengaruh, jelas
turunnya asset bukan merupakan biaya. Dengan dianutnya konsep kesatuan usaha,
penurunan asset atau kenaikan kewajiban itulah yang membentuk biaya dan
penurunan ekuitas hanya merupakan konsekuensi logis.
Walaupun demikian, penurunan ekuitas lebih
menegaskan pengertian biaya karena tidak setiap penurunan asset mengakibatkan
penurunan ekuitas. Misalnya, pembagian dividen kas merupakan penurunan asset
tetapi tidak dapat disebut sebagai biaya. Jadi, penurunan ekuitas hanya
merupakan karakteristik pendukung makna biaya. Hal ini serupa dengan
keteridentifikasian terbayar (payee)
sebagai karakteristik pendukung pengertian kewajiban.
2.3 Perbedaan antara Biaya dan Rugi (Losses)
Atas dasar definisi biaya diatas dapat
dikatakan bahwa yang termasuk biaya
hanya cost yang benar-benar
dikorbankan untuk menghasilkan pendapatan. Penggunaan aktiva atau pengurangan cost aktiva yang tidak berkaitan dengan
proses memperoleh pendapatan seharusnya dikelompokkan sebagai rugi (losses). Memang rugi dan biaya merupakan
perubahan-perubahan yang relevan, yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan
laba perusahaan. Akan tetapi, hanya biaya yang harus ditandingkan dengan
pendapatan pada periode terjadinya.
Agar pemakai laporan keuangan
mendapatkan informasi yang lebih lengkap, rugi dapat disertakan dalam laporan
rugi laba sebagai penentu besarnya laba komprehensif. Rugi sebaiknya disajikan
terpisah dari biaya. Koreksi terhadap besarnya biaya periode lalu, tidak dapat
diperlakukan sebagai rugi. Koreksi diklasifikasikan secara terpisah sebagai “Koreksi Kesalahan Periode Sebelumnya”.
Dari definisi yang terdapat dalam Konsep Dasar Penyusunan dan Penyajian
Laporan Keuangan, IAI (1994) dalam Ghozali dan Chariri (2014:352) tidak
memisahkan biaya dengan rugi. Jadi semua potensi jasa baik yang digunakan
secara secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh pendapatan
disebut dengan biaya. IAI (1994) dalam Ghozali dan Chariri (2014:352) bahkan
secara spesifik menyebutkan hal tersebut seperti yang tertulis pada paragraf 78
berikut ini, “kerugian termasuk dalam kelompok beban”.
Sebagai lawan makna untung, kata-kata
kunci yang melekat pada pengertian rugi adalah :
1) Penurunan
ekuitas (asset bersih)
2) Transaksi
periferal atau insidental, misalnya penjualan investasi dalam surat berharga,
penjualan asset tetap, pelunasan utang obligasi sebelum jatuh tempo.
3) Selain
apa yang didefinisi sebagai biaya atau selain distribusi ke pemilik
Dari ketiga karakteristik diatas, yang
paling membedakan rugi dengan biaya adalah karakteristik (2). Karakteristik
sebenarnya (1) juga karakteristik biaya tetapi dipandang dari sudut pengaruh
akhir yaitu menurunkan ekuitas. Seperti untung, rugi dapat merupakan jumlah
kotor atau jumlah bersih. Karakteristik (3) juga merupakan karakteristik biaya
karena biaya harus berkaitan dengan operasi dalam arti luas dan bukan dengan
kegiatan pendanaan. Karena secara konseptual dan esensial karakteristik biaya
tidak berbeda dengan rugi, IAI dan APB (Accounting Principles Board) tidak mendefinisikan rugi
sebagai elemen tersendiri. APB memandang perbedaan antara biaya dan rugi
semata-mata bertujuan untuk pengungkapan sebagaimana pembedaan antara
pendapatan dan untung.
2.4 Pengukuran Biaya
Pengukuran biaya memainkan peranan
penting dalam penyusunan laporan keuangan. Kecermatan mengukur besarnya biaya
mempengaruhi keakuratan informasi keuangan yang dihasilkan. Oleh karena itu,
pemahaman secara konseptual tentang pengukuran biaya tidak dapat diabaikan.
Sejalan dengan penilaian aktiva, biaya
dapat diukur atas dasar jumlah rupiah yang digunakan untuk penilaian aktiva dan
hutang. Oleh karena itu, pengukuran biaya dapat didasarkan pada:
1. Cost
historis
Cost
historis merupakan jumlah rupiah kas atau setaranya yang dikorbankan untuk
memperoleh aktiva. Pengukuran biaya atas dasar cost historis, dapat digunakan untuk jenis aktiva seperti gedung,
peralatan dan sebagainya.
2. Cost
Pengganti/Cost Masukan Terkini (Replacement Cost/Curent Input Cost)
Cost
masukan terkini menunjukkan jumlah rupiah harga pertukaran yang harus
dikorbankan sekarang oleh suatu entitas untuk memperoleh aktiva yang sejenis
dalam kondisi yang sama. Contohnya, pernilaian untuk persediaan.
3. Setara
Kas (Cash Equivalent)
Setara kas adalah jumlah rupiah kas yang
dapat direalisir dengan cara menjual setiap jenis aktiva di pasar bebas dalam
kondisi perusahaan normal. Nilai ini biasanya didasarkan pada catatan harga
pasar barang bebas yang sejenis dalam kondisi yang sama. Pos aktiva berwujud
biasanya menggunakan dasar penilaian ini.
Meskipun ada berbagai dasar penilaian,
dalam praktik yang paling banyak digunakan untuk mengukur biaya adalah cost historis.
2.5 Pengakuan Biaya
Pengakuan biaya tidak dibedakan dengan
pengakuan rugi. Pengakuan menyangkut masalah kriteria pengakuan (recognition criteria) yaitu apa yang
harus dipenuhi agar penurunan nilai asset memenuhi definisi biaya atau rugi
dapat diakui dan masalah saat pengakuan (recognition
rules atau timing) yaitu peristiwa atau kejadian apa yang menandai bahwa
kriteria pengakuan telah dipenuhi. Tidak seperti pendapatan atau untung, biaya
dan rugi tidak mengalami masalah pembentukan dan realisasi. Oleh karena itu,
kriteria pengakuan tidak dibedakan dengan kaidah pengakuan sehingga masalah
pengakuan biaya (rugi) adalah kapan penurunan nilai asset dapat dikatakan telah
terjadi atau kapan biaya (rugi) telah timbul sehingga jumlah rupiah biaya
(rugi) dapat diakui. Ketepatan saat mengakui biaya juga akan berpengaruh dalam
penentuan besarnya rugi/laba perusahaan. Oleh karena itu, pemahaman secara
konseptual tentang pengakuan biaya tidak dapat diabaikan.
Kriteria Pengakuan Biaya
Biaya
atau rugi pada umumnya diakui bilamana salah satu dari dua kriteria berikut
dipenuhi (SFAC No.5, paragraf 85) dalam Suwardjono
(2015:407) :
a. Konsumsi
manfaat (consumption of benefits)
Biaya atau rugi diakui bilamana manfaat
ekonomik yang dikuasai suatu entitas telah dimanfaatkan atau dikonsumsi dalam
pengiriman atau pembuatan barang, penyerahan atau pelaksanaan jasa, atau
kegiatan lain yang mempresentasi operasi utama atau sentral entitas tersebut.
b. Lenyapnya
atau berkurangnya manfaat masa datang (loss
or lack of future benefits)
Biaya atau rugi diakui bilamana asset
yang telah diakui sebelumnya diperkirakan telah berkurang manfaat eknomiknya
atau tidak lagi mempunyai manfaat ekonomik.
Pada
dasarnya cost memiliki dua kedudukan penting, yaitu:
a. Sebagai
aktiva (potensi jasa)
b. Sebagai
beban pendapatan (biaya)
Atas
dasar konsep kontinuitas usaha, cost mula-mula diperlakukan sebagai
aktiva dan kemudian baru diperlakukan sebagai pengurang pendapatan (biaya).
Misalnya, cost persediaan ada awalnya
dicatat/diakui sebagai aktiva. Apabila biaya tersebut telah dinyatakan keluar
(dijual) untuk menghasilkan pendapatan, maka cost tersebut dinyatakan sebagai biaya, dengan nama cost barang terjual (cost of goods
sold).
Proses pembebanan cost pada dasarnya merupakan proses pemisahan cost. Oleh karena itu, agar informasi yang dihasilkan akurat bagian cost
yang telah diakui sebagai biaya pada periode berjalan dan bagian cost yang akan dilaporkan sebagai aktiva
(diakui sebagai biaya periode mendatang) harus dapat ditentukan dengan jelas.
Ada dua masalah yang muncul sehubungan
dengan pemisahan cost tersebut, yaitu:
1. Kriteria
yang digunakan untuk menentukan cost
tertentu yang harus dibebankan pada pendapatan periode berjalan.
2. Kriteria
yang digunakan untuk menentukan bahwa cost
tertentu ditangguhkan pembebanannya.
Semua cost dapat ditangguhkan pembebanannya sebagai biaya, apabila cost tersebut memenuhi kriteria sebagai
aktiva yaitu:
Ø Memenuhi
definisi aktiva (memiliki manfaat ekonomi masa mendatang, dikendalikan
perusahaan, berasal dari transaksi masa lalu).
Ø Ada
kemungkinan yang cukup bahwa manfaat ekonomi masa mendatang yang melekat pada
aktiva dapat dinikmati oleh entitas yang meguasai.
Ø Besarnya
manfaat dapat di ukur dengan cukup andal.
Atas dasar hal tersebut, maka cost yang dikeluarkan memenuhi kriteria
sebagai aktiva, maka cost tersebut
dapat ditunda pembebanannya. Namun demikian apabila terdapat kasus dimana cost yang jenis pengeluarannya terjadi
berulang-ulang setiap perioade, cost
tersebut dapat langsung dibebankan sebagai biaya pada periode terjadinya.
Kondisi ini tidak berlaku untuk persediaan dan persekot biaya.
Dari uraian diatas, secara umum dapat
dirumuskan bahwa berdasarkan konsep penandingan (matching), pengakuan biaya pada dasarnya sejalan dengan pengakuan
pendapatan. Apabila pengakuan pendapatan ditunda, maka pembebanan biaya juga
ditunda. Untuk mengatasi berbagai perbedaan pendapat tentang pengakuan biaya,
biasanya badan berwenang mengeluarkan aturan tertentu untuk mengakui biaya. IAI
(1990) dalam Ghozali dan Chariri (2014:354),
misalnya, dalam Konsep Dasar Penyusunan
Dan Penyajian Laporan Keuangan menyatakan bahwa beban diakui dalam laporan
rugi laba kalau penurunan manfaat ekonomi masa datang yang berkaitan dengan
penurunan aktiva atau kenaikan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan
andal (paragraf 94).
Selanjutnya
dalam parapraf 98 disebutkan:
Beban
juga diakui dalam laporan rugi laba pada saat timbul kewajiban tanpa adanya
pengakuan aktiva, dapat timbulnya hutang
garansi produk.
2.6 Konsep Penandingan Biaya Dengan
Pendapatan
Konsep penandingan adalah konsep yang
dimaksudkan untuk mencari dasar hubungan yang tepat dan rasional antara
pendapatan dan biaya. Pendapatan merupakan hasil yang dituju perusahaan,
sementara biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut merupakan
upaya yang dilakukan perusahaan. Dengan demikian, pendapatan harus ditandingkan
dengan biaya yang diperkirakan telah menghasilkan pendapatan tersebut, agar
dihasilkan besarnya laba yang tepat.
Penandingan antara biaya dan pendapatan
memerlukan dasar yang tepat. Upaya mencari dasar penandingan yang tepat
merupakan masalah yang sering dihadapi oleh akuntan. Masalah tersebut tidak
hanya menyangkut penentuan aktiva/jasa yang benar-benar telah dipakai, akan
tetapi juga menyangkut perhitungan besarnya nilai aktiva atau jasa yang telah
digunakan. Paton dan Littleton (1940, p. 71) dalam Ghozali dan Chariri (2014:35)
mengungkapkan bahwa masalah utama dalam menandingkan pendapatan dan
biaya adalah mencari dasar penandingan yang paling tepat antara pendapatan
dengan biaya yang berhubungan langsung dengan pendapatan tersebut. Hubungan
fisik yang dapat dilihat sebenarnnya dapat digunakan sebagai media untuk
melacak dan membebankannya. Meskipun demikian harus diakui bahwa dengan melihat
kondisi yang ada, dasar penandingan yang paling penting adalah kelayakan (reasonableness), bukannya pengukuran fisik.
Dari pernyataan tersebut jelas terlihat
bahwa tidak semua biaya dapat ditandingkan secara langsung dengan pendapatan
berdasarkan hubungan fisik. Oleh karena itu, umumnya akuntansi menggunakan
dasar unit waktu (periode) sebagai dasar penandingan pendapatan dengan biaya.
Pengorbanan yang dilakukan oleh suatu perusahaan
(jumlah rupiah yang dikeluarkan) dalam rangka memperoleh barang akan dicatat
sebagai aktiva sebesar costnya--diakui
sebagai persediaan. Selama aktiva tidak dijual atau digunakan, nilai tersebut
dianggap akan tetap tercantum dalam neraca. Apabila perusahaan melakukan
kegiatan menghasilkan pendapatan, baik langsung maupun tidak langsung (seperti
penjualan barang dagangan atau pemakaian aktiva tetap untuk kegiatan
operasional) berarti ada bagian cost
yang telah dikeluarkan untuk menghasilkan pendapatan. Bagian cost inilah yang disebut dengan biaya (expenses).
Apabila hubungan fisik antara barang yang dijual
dengan pendapatan yang diperoleh dapat ditelusur, konsep penandingan tidak akan
menimbulkan masalah. Masalahnya, bagaimana cara menandingkan biaya dengan
pendapatan jika keterkaitan fisik antara pendapatan dengan biaya sulit untuk
ditentukan? Hal ini disebabkan tidak semua biaya berkaitan secara langsung
dengan pendapatan.
Dalam praktik, ada tiga dasar penandingan yang umum
digunakan untuk mencari hubungan antara biaya dengan pendapatan dalam satu
periode tertentu. Dasar penandingan tersebut menurut (Kam, 1990) dalam Ghozali dan
Chariri (2014:357) adalah hubungan sebab akibat (association of causes and effects), alokasi sistematik dan rasional
(systematic and rastional allocation)
dan pembebanan segera (immediate
recognition).
A. Hubungan
Sebab Akibat
Dasar yang
paling ideal untuk menandingkan biaya dengan pendapatan adalah hubungan sebab
akibat. Meskipun dasar ini sulit untuk dibuktikan, namun atas dasar pengamatan
yang dilakukan para akuntan menunjukkan bahwa barang/jasa tertentu yang
digunakan dalam proses produksi pada akhirnya akan membantu dalam proses
menghasilkan pendapatan selama periode tertentu. Oleh karena itu, dasar
penandingan ini sering disebut dengan penandingan langsung (director or product matching). Contoh
dari biaya yang dapat ditandingkan dengan dasar penandingan langsung adalah
biaya komisi penjualan, gaji dan upah, serta cost barang terjual (cost of
goods sold).
Dasar
penandingan ini sesuai dengan konsep upaya dan hasil seperti yang diungkapkan
oleh Patton dan Littleton (1940) dalam Ghozali dan Chariri (2014:357). Atas
dasar pengamatan fisik dan pengamatan kejadian, jelas terlihat bahwa pendapatan
tidak akan terjadi apabila tidak ada penyerahan barang dan jasa.
Komite
American Accounting Association (dikutip oleh Kam,
1990) dalam Ghozali dan Chariri (2014:357) juga
menyarankan penggunaan hubungan sebab akibat sebagai dasar penandingan. Mereka
mengatakan: “Cost harus dihubungkan
dengan pendapatan yang direalisasi selama periode tertentu atas dasar korelasi
positif yang dapat dilihat hubungannya antara cost tersebut dengan pendapatan yang diakui.” Dari pernyataan
tersebut dapat dirumuskan bahwa penandingan yang benar-benar tepat dapat
dilakukan apabila terdapat hubungan yang rasional antara pendapatan dan biaya.
Oleh karena itu, pengakuan biaya harus dihubungkan dengan pendapatan dan
dilaporkan dalam periode yang sama dengan periode pengakuan pendapatan.
Ada beberapa
masalah teknis yang timbul apabila penandingan langsung atas dasar produk
digunakan sebagai dasar hubungan sebab akibat. Masalah tersebut adalah:
a. Pemakaian
barang dan jasa yang bagaimana yang dapat diidentifikasi dengan produk?
b. Apabila
biaya tidak menambah nilai produk tertentu, kapan biaya tersebut dapat
dihubungkan secara langsung dengan pendapatan di masa yang akan datang?
Bagaimana biaya tersebut dapat dilaporkan dengan tepat sesuai dengan pendapatan
yang diperoleh?
c. Kapan
biaya yang terjadi setelah penjualan dapat dicatat dan dilaporkan?
Berikut
ini akan dibahas ketiga masalah tersebut dan alternatif pemecahannya.
Identifikasi Cost Produk
Sesuai dengan konsep penandingan, semua cost produksi harus dibebankan pada
produk yang bersangkutan. Cost produk
dapat dibagi menjadi dua. Pertama, cost
produk yang melekat pada produk terjual dan nantinya akan dibebankan sebagai
biaya. Kedua, cost yang melekat pada
produk yang belum terjual (dilaporkan sebagai persediaan) dan dicatat sebagai
aktiva sampai produk tersebut terjual.
Beberapa cost produk dapat langsung dihubungkan dengan produk tertentu,
sementara cost yang lain hanya dapat
dihubungkan dengan kegiatan produksi dan dialokasikan pada produk berdasarkan
aturan atau prosedur tertentu. Disinilah pentingnya melakukan identifikasi
untuk menentukan cost produk langsung
(direct product cost) dan cost produk tidak langsung (indirect product cost).
Cost
produk langsung adalah cost barang
dan jasa yang digunakan untuk memproduksi produk tertentu dan yang secara
langsung dapat diidentifikasi atau ditelusur ke produk yang dihasilkan. Cost
bahan baku dan tenaga kerja langsung merupakan cost produk langsung,
karena terjadinya atau manfaat cost tersebut dapat diidentifikasi pada
produk tertentu.
Cost produk tidak
langsung adalah cost barang dan jasa yang digunakan dalam proses
produksi, yang tidak dapat diidentifikasi pada produk yang dihasilkan. Cost
overhead pabrik adalah contoh cost produk tidak langsung. Meskipun cost
ini sifatnya tidak langsung, namun cost tersebut tetap dibebankan pada
produk atas dasar aturan atau metode tertentu.
Yang menjadi masalah sekarang, diantara cost
produk tersebut yang manakah yang dapat ditandingkan dengan pendapatan? Akuntan
banyak yang tidak sependapat untuk membebankan semua cost produksi
individual pada produk tertentu. Perbedaan ini muncul karena adanya dua konsep
yang berbeda dalam menentukan elemen cost produk, yaitu konsep full
costing dan konsep direct costing.
Menurut konsep full costing, cost
yang dianggap sebagai biaya adalah semua cost produk baik langsung
maupun tidak langsung yang berkaitan dengan produk yang dijual. Sementara
menurut konsep direct costing, hanya cost produksi variabel yang
dianggap sebagai biaya atas produk yang terjual. Dengan demikian, cost
produksi non-variabel akan dibebankan sebagai biaya periode.
Masalah lain yang muncul adalah cost
kapasitas menganggur dan cost produk rusak yang bersifat abnormal. Jenis
cost tersebut umumnya dianggap sebagai rugi (losses) atau langsung
dibebankan sebagai biaya. Perlakuan inipun masih menimbulkan masalah: apakah cost
tersebut sebaiknya diperlakukan sebagai rugi (losses) atau biaya?
Penentuan cost atas produk rusak
sebagai rugi (losses) atau biaya sangat tergantung pada sifat dari
kerusakan tersebut. Apabila kerusakan terjadi karena kejadian normal atau
sering terjadi, maka cost kerusakan tersebut diperlakukan sebagai biaya.
Sebaliknya, apabila kerusakan terjadi karena hal yang tidak biasa (tidak
rutin), maka cost produk rusak tersebut diperlakukan sebagai rugi (losses).
Biaya Yang Langsung Berhubungan
dengan Pendapatan Masa Mendatang, Tetapi Tidak Masuk dalam Cost Produksi
Pada beberapa kasus, cost yang dapat dihubungkan dengan pendapatan masa mendatang tidak
dapat dibebankan secara langsung dengan produk tertentu. Hal ini disebabkan cost tersebut tidak menunjukkan nilai
tambah pada produk yang bersangkutan. Contoh dari kasus ini adalah biaya
penjualan dan administrasi.
Biaya penjualan dan adminsitrasi tidak harus
ditandingkan dengan pendapatan di masa mendatang jika tidak ada jaminan yang
rasional untuk menghubungkan biaya tersebut dengan pendapatan di masa
mendatang. Meskpun jenis biaya tersebut tidak secara langsung menghasilkan pendapatan
karena secara teknis sulit mencari hubungan sebab akibatnya, namun biaya
tersebut harus tetap dibebankan sebagai biaya.
Biaya Yang Berhubungan Dengan
Pendapatan Yang terjadi Setelah Pendapatan Diakui
Umumnya biaya yang berhubungan dengan pendapatan akan
terjadi setelah pendapatan diakui. Masalah ini berkaitan dengan penentuan
besarnya biaya yang akan timbul setelah penjualan. Apabila cost kegiatan tertentu dapat ditaksir secara layak dan cukup pasti,
maka cost tersebut dapat diakui
sebagai biaya pada periode pengakuan pendapatan. Jadi hubungan sebab akibat
harus dapat diidentifikasi untuk menentukan bahwa pendapatan yang diakui
memiliki hubungan sebab akibat dengan cost
yang bersangkutan. Contohnya, jika
suatu garansi diberikan selama penjualan pada periode tertentu, maka biaya atas
jaminan tersebut mungkin saja terjadi pada masa mendatang.
B. Alokasi
Sistematis Dan Rasional
Alokasi
sistematis dan rasional sering disebut dengan dasar penandingan periodik (period matching) atau penandingan tidak
langsung (indirect matching). Alokasi
sistematik dan rasional dapat digunakan sebagai dasar penandingan apabila dasar
penandingan hubungan sebab-akibat tidak dapat dilakukan. Atas dasar konsep
penandingan ini, ukuran penandingan yang digunakan bukan produk (unit fisik)
tetapi periode. Dengan demikian, biaya diakui dan dihubungkan dengan pendapatan
pada periode terjadinya. Cost yang
terjadi dapat dialokasikan dalam beberapa periode, dan dapat juga langsung
diakui dan dibebankan sebagai biaya. Pemilihan terhadap dua alternatif tersebut
tergantung pada keadaan yang melandasi timbulnya cost tersebut.
Apabila manfaat cost suatu aktiva lebih dari satu
periode, maka cost tersebut
dialokasikan secara sistematis pada periode yang menikmati manfaat tersebut.
Depresiasi aktiva tetap merupakan contoh alokasi sistematis. Masalah yang
sering muncul dalam alokasi ini adalah banyaknya metode alokasi yang dapat
digunakan dalam proses alokasi cost.
Depresiasi dapat menggunakan metode alokasi seperti garis lurus, ouput
produksi, jumlah angka angka tahun dan sebagainya.
Meskipun dapat
menimbulkan masalah, alokasi sistematis tetap dapat digunakan sebagai dasar
penandingan. Ada beberapa alasan yang mendukung pemakaian alokasi sistematis
dan rasional yaitu: Pertama, banyak cost
periodik yang berhubungan secara tidak langsung dengan pendapatan periode
berjalan. Kedua, pada beberapa kasus sulit mencari hubungan langsung antara cost tertentu dengan pendapatan.
Ketiga, apabila manfaat masa mendatang tidak dapat diukur dengan cukup pasti
atau cost yang dikeluarkan tidak
memiliki hubungan dengan pendapatan di masa mendatang, maka tidak ada alasan
untuk menunda pembebanan cost sebagai
biaya pada periode terjadinya. Keempat, apabila biaya bersifat rutin (reguler)
dan terjadi berulang-ulang, maka pembebanan langsung secara material tidak akan
berpengaruh terhadap laba bersih, meskipun penandingan yang tepat tidak dapat
dicapai. lam jumlah yang relatif tetap. Kelima, apabila cost tersebut merupakan joint-cost,
maka alokasi arbitrer harus dilakukan pada kegiatan yang berbeda.
C. Pembebanan
Segera (Immediate Recognition)
Apabila tidak
ada alasan yang kuat untuk membebankan cost
atas dasar hubungan sebab akibat ataupun alokasi sistematis dan rasional, maka cost langsung dapat dibebankan pada periode
terjadinya. Alasan yang melandasi pembebanan dengan cara ini adalah
kepraktisan. Misalnya, pencatatan terhadap biaya advertensi.
Cost
yang dikeluarkan untuk kegiatan advertensi sulit untuk dihubungkan dengan
pendapatan atas dasar hubungan sebab akibat. Di samping itu, cost tersebut kemungkinan memiliki
manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Namun demikian, karena manfaat
tersebut sulit untuk diukur, pembebanan atas dasar alokasi sistematis juga
tidak dapat dilakukan dengan tepat. Konsumen mungkin saja membeli produk
perusahaan karena dipengaruhi oleh advertensi yang diketahui beberapa tahun
yang lalu. Jadi, karena manfaat tersebut tidak dapat diukur dengan tepat, maka cost advertensi dibebankan langsung
sebagai biaya. Pembebanan ini berlaku juga untuk cost penelitian dan pengembangan.
Kritik Terhadap Konsep Penandingan
Konsep penandingan merupakan salah satu konsep yang
digunakan dalam kerangka akuntansi konvensional. Menandingkan biaya dengan
pendapatan sama halnya dengan menandingkan upaya dan hasil. Kegiatan usaha
merupakan suatu aliran cost yaitu
suatu aliran yang pada akhirnya akan menghasilkan pendapatan. Meskipun konsep
penandingan merupakan hal yang umum diterapkan dalam akuntansi konvensional,
namun dalam pelaksanaannya masih diwarnai dengan berbegai pertentangan. Berikut
ini akan dibahas beberapa kritik yang ditujukan terhadap konsep matching.
A. Bukti
Yang Obyektif
Konsep
penandingan memerlukan pertimbangan yang tepat dalam menentukan besarnya cost yang akan dibebankan pada periode
sekarang atau masa mendatang. Dalam pengakuan pendapatan, bukti obyektif
merupakan sarat utama yang harus dipenuhi. Namun demikian bukti obyektif
tersebut kurang begitu diperhatikan dalam pengakuan biaya. Pengakuan biaya
lebih didasarkan pada masalah rasional dan kelayakan daripada bukti yang
obyektif.
Salah satu
alasan tidak begitu diperhatikannya bukti obyaktif dalam pengakuan biaya adalah
penerapan konsep konservatisme. Konsep ini menyatakan bahwa biaya, rugi dan
hutang harus segera diakui meskipun tidak ada bukti yang kuat dan obyektif.
Sementara pendapatan, untung (gains) dan aktiva tidak dapat diakui apabila
tidak ada bukti yang cukup obyektif.
B. Evaluasi
Terhadap Konsep Matching
Hubungan sebab
akibat merupakan tahap terbaik untuk menandingkan biaya dengan pendapatan.
Meskipun prosedur ini rasional, tetapi sulit diterapkan dalam praktik. Alasan
utama terletak pada konsep cost attach
yang merupakan pendukung utama hubungan sebab akibat.
Hubungan sebab
akibat sebenarnya tidak mungkin untuk diterapkan, karena konsep cost attach tidak memiliki
alasan/argumen yang kuat. Dalam situasi tertentu, konsep cost attach tidak dapat menunjukkan dasar hubungan sebab akibat
sebagai dasar hubungan pembebanan yang benar-benar meyakinkan. Oleh karena itu,
akuntan tidak menghubungkan secara langsung biaya dengan pendapatan, tetapi
atas dasar interval waktu.
Cost
akan dibebankan sebagai biaya bila cost
tersbut menghasilkan pendapatan pada periode yang sama. Hubungan sebab akibat
memiliki implikasi bahwa jumlah rupiah pendapatan tertentu harus dihubungkan
dengan jumlah rupiah biaya.
BAB III
SIMPULAN
3.1 Simpulan
IAI (1994) dalam Ghozali dan Chariri (2014:350) mendefinisikan
biaya (beban) sebagai penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi
dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban
yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada
penanam modal
Sementara Kam (1990) dalam
Ghozali
dan Chariri (2014:350) mendefinisikan biaya sebagai penurunan nilai
aktiva atau kenaikan hutang atau kenaikan ekuitas pemegang saham (stockholder's equity) sebagai akibat
pemakaian barang atau jasa oleh suatu unit usaha untuk menghasilkan pendapatan
pada periode berjalan.
Terdapat
dua karakteristik utama yang melekat pada makna biaya yaitu penurunan asset dan
operasi utama yang menerus. Selain itu terdapat dua karakteristik pendukung
biaya diantaranya kenaikan kewajiban dan
penurunan ekuitas.
Pengukuran
biaya dapat didasarkan pada cost
historis, cost pengganti/cost masukan terkini, dan setara kas. Meskipun
ada berbagai dasar penilaian, dalam praktik yang paling banyak digunakan untuk
mengukur biaya adalah cost historis.
Dan pada pengakuan biaya, biaya diakui bilamana salah satu dari
dua kriteria berikut dipenuhi yaitu konsumsi manfaat dan lenyapnya atau
berkurangnya manfaat masa datang.
Konsep
penandingan biaya dengan pendapatan yaitu didasarkan oleh hubungan sebab akibat
(association of causes and effects),
alokasi sistematik dan rasional (systematic
and rastional allocation) dan pembebanan segera (immediate recognition).
DAFTAR PUSTAKA
Ghozali,
Imam, dan Anis Chariri. 2014. Teori Akuntansi. Edisi Keempat. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Suwardjono.
2015. Teori Akuntansi : Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi Ketiga.
Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
***********
Yukk yang mau download materi ini dalam bentuk dokumen bisa klik link dibawah ini ..
No comments:
Post a Comment