Blogger Widgets

Thursday, February 20, 2020

Materi Konsep Biaya (Teori Akuntansi)

Konsep Biaya


1.1  Latar belakang
Biaya dijadikan sebagai dasar pencatatan nilai dalam akuntansi pada tahap pembebanan. Konsep dasar yang melandasi pembebanan biaya adalah konsep upaya dan hasil. Atas dasar konsep tersebut biaya dapat dipisah menjadi dua, yaitu biaya yang masih menjadi potensi jasa (melekat pada aktiva) dan biaya yang potensi jasanya dianggap sudah habis dalam rangka menghasilkan pendapatan.

Secara konseptual dan atas dasar konsep kontinuitas usaha, biaya akan diperlakukan mula-mula sebagai asset dan baru kemudian diperlakukan sebagai beban pendapatan atau biaya. Walaupun demikian, secara teknis dapat saja biaya langsung dibebankan (di debit) ke biaya yang nantinya langsung menjadi beban pendapatan. Hal ini dimungkinkan apabila perusahaan hanya berdiri untuk jangka pendek atau apabila potensi jasa diperoleh untuk jangka pendek sehingga segera habis digunakan dan dapat langsung dibebankan ke pendapatan tanpa melalui tahap sebagai asset.
Dengan landasan konsep dasar kontinuitas usaha serta upaya dan hasil, masalah teoritis dalam tahap pembebanan adalah pemecahan aliran biaya yang telah diakui sebagai asset menjadi bagian yang merupakan biaya periode berjalan dalam rangka penentuan laba periodik dan bagian yang baru akan menjadi biaya dalam periode-periode berikutnya. Sarana teknik untuk menunjukkan pemecahan ini adalah statemen laba-rugi dan neraca. Statemen laba-rugi menyajikan bagian kos yang dibebankan pada periode berjalanan sebagai biaya sedangkan neraca melaporkan kos yang masih akan dibebankan pada periode-periode berikutnya. Jadi, neraca merupakan sarana memindahkan biaya potensi jasa yang belum terhabiskan (expired) dan merupakan mata rantai penghubung serangkaian statemen laba-rugi.
Pembebanan biaya satu periode akuntansi didasarkan pada kriteria penentuan habisnya manfaat biaya tersebut. Pertama, apakah manfaat biaya habis dalam rangka penyerahan produk/jasa, atau disebut biaya (expenses). Kedua, apakah manfaat biaya habis karena sebab lain, yang digolongkan sebagai rugi (losses). Maka penyusun mencoba menguraikan konsep biaya dalam makalah ini.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1         Apa definisi biaya?
1.2.2         Sebutkan karakteristik biaya!
1.2.3         Jelaskan perbedaan antara biaya dan rugi (losses)!
1.2.4         Bagaimana pengukuran biaya?
1.2.5         Bagaimana pengakuan biaya?
1.2.6         Bagaimana konsep penandingan biaya dengan pendapatan?

1.3  Tujuan
1.3.1        Untuk mengetahui definisi biaya.
1.3.2        Untuk mengetahui karakteristik biaya.
1.3.3        Untuk mengetahui perbedaan antara biaya dan rugi (losses).
1.3.4        Untuk mengetahui pengukuran biaya.
1.3.5        Untuk mengetahui pengakuan biaya.
1.3.6        Untuk mengetahui konsep penandingan biaya dengan pendapatan.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Definisi Biaya
Secara umum, dapat dikatakan bahwa cost yang telah dikorbankan dalam rangka menciptakan pendapatan disebut dengan biaya. IAI (1994) dalam Ghozali dan Chariri (2014:350) mendefinisikan beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal (Paragraf 70).
Dari pengertian di atas dapat dilihat bahwa biaya pada akhirnya merupakan aliran keluar aktiva meskipun kadang-kadang harus melalui hutang lebih dahulu.
Secara konseptual biaya lebih bersifat penurunan aktiva daripada kenaikan hutang. Biaya akan terjadi bila produk tertentu diserahkan untuk menciptakan pendapatan. Penggunaan aktiva dapat dikatakan sebagai biaya apabila penggunaan tersebut berkaitan langsung dengan penyerahan produk (menghasilkan pendapatan) dan bukan pengubahan aktiva menjadi potensi jasa (aktiva) yang lain.
Sementara Kam (1990) dalam  Ghozali dan Chariri (2014:350) mendefinisikan biaya sebagai penurunan nilai aktiva atau kenaikan hutang atau kenaikan ekuitas pemegang saham (stockholder's equity) sebagai akibat pemakaian barang atau jasa oleh suatu unit usaha untuk menghasilkan pendapatan pada periode berjalan. Misalnya, perusahaan menggunakan jasa tenaga kerja dan gaji tenaga kerja tersebut dibayar dengan kas atau aktiva lain. Pemakaian jasa tersebut jelas menunjukkan adanya penurunan nilai aktiva (berkurangnya kas atau aktiva lain). Apabila gaji tenaga kerja tersebut tidak langsung dibayar atau dibayar di lain waktu, maka penggunaan jasa tenaga kerja tersebut akan menaikkan hutang. Sementara itu, bila tenaga kerja dibayar dengan sejumlah tertentu saham, penggunaan tenaga kerja akan menambah stockholder's equity.
Dari definisi-definisi di atas, definisi yang dikemukakan IAI sejalan dengan definisi yang diajukan Kam. Keduanya mendefinisikan biaya dari sudut pandang peristiwa moneter (penurunan aktiva, kenaikan hutang/ kenaikan ekuitas).
Setiap cost yang dinyatakan keluar dalam rangka menghasilkan pendapatan disebut dengan biaya. Baik itu biaya yang berasal dari cost aktiva maupun yang berasal dari cost yang langsung dibebankan sebagai biaya tanpa dicatat lebih dahulu sebagai aktiva.

2.2  Karakteristik Biaya
Sebagai lawan dari pendapatan, terdapat dua karakteristik penting yang melekat pada makna biaya yaitu:
1.      Aliran keluar atau penurunan asset (outflow of assets, gross decreases in assets, decreases in economic benefits, using up of assets, consumption of assets, use of economic services, expired costs, applicable costs to current period).
2.      Akibat kegiatan yang membentuk operasi utama yang menerus (ongoing major operations, profit-directed activities, for the purpose of generating revenues, creation of revenues, earning activities).

Selain dua karakteristik utama diatas, terdapat karakteristik lain yang bersifat sebagai konsekuensi, pendukung, atau penjelas. Karakteristik pendukung diantaranya :
1.      Kenaikan Kewajiban
2.      Penurunan Ekuitas




Penurunan asset
Untuk dapat menentukan bahwa biaya timbul, harus terjadi transaksi atau kejadian yang menurunkan asset atau menimbulkan aliran keluar asset atau sumber ekonomik. Asset dalam hal ini harus diartikan sebagai semua asset perusahaan sebagai satu kesatuan (bukan hanya asset tertentu misalnya sediaan bahan baku). Dengan demikian, konsumsi (consumption) atau pemakaian (using up) asset atau manfaat ekonomik harus diartikan bahwa manfaat ekonomik asset (direpresentasi oleh biaya) telah habis karena melekat pada barang atau jasa yang telah diserahkan (keluar) dari kesatuan usaha sehingga kesatuan usaha tidak menguasai lagi manfaat tersebut. Pemakaian bahan baku untuk pembuatan produk tidak dapat disebut sebagai biaya kalau produk tersebut belum terjual (keluar dari kesatuan usaha) karena kalau produk belum terjual sebenarnya belum terjadi penurunan asset. Yang terjadi hanyalah perubahan bentuk asset sebagai potensi jasa.

Operasi Utama yang Menerus
Tidak semua penurunan atau konsumsi asset membentuk biaya. Agar menjadi biaya konsumsi tersebut harus berkaitan dengan kegiatan utama atau sentral kesatuan usaha. Yang dimaksud dengan kegiatan utama adalah kegiatan penciptaan pendapatan (laba) yang direpresentasi dalam kegiatan memproduksi/mengirim barang atau menyerahkan/melaksanakan jasa. Karena dianggap perusahaan ingin mendapatkan dan mengukur laba dengan tepat, harus ada kaitan yang logis antara biaya dan pendapatan. Dalam hal ini, operasi utama perusahaan merupakan basis utama untuk menghubungkan biaya dan pendapatan.
Jadi, sebagaimana berlaku untuk pendapatan, pengertian operasi menunjuk kegiatan operasi yang merupakan elemen statemen aliran kas yaitu, operasi (operating), investasi (investing), dan pendanaan (financing). Biaya adalah penurunan asset yang berkaitan dengan operasi dan bukan dengan investasi dan pendanaan.

Kenaikan Kewajiban
Semua badan autoritatif mendefinisikan biaya tidak hanya dari sudut penurunan asset tetapi dari kenaikan kewajiban. Alasannya adalah agar makna biaya cukup luas untuk mencukupi pula pos-pos yang timbul dalam penyesuaian akhir tahun.
Itulah sebabnya Kam (1990) dalam  Suwardjono (2015:401) menyarankan pengguna frasa “using up of goods and services” daripada “using up of assets“ (pemanfaatan aset). Memang barang dan jasa yang telah diperoleh perusahaan umumnya diakui sebagai asset. Akan tetapi, tidak semua barang dan jasa dicatat sebagai asset tetapi langsung dimanfaatkan menjadi biaya. Pengakuan langsung potensi jasa menjadi biaya semata-mata oleh alasan praktis karena potensi jasa tersebut akan dibebankan sebagai biaya pada periode terjadinya. Alasan konseptual tetap berlaku yaitu kos potensi jasa diperlakukan sebagai asset walaupun seketika itu langsung dibebankan ke pendapatan.
Gagasan Kam justru relevan untuk mendukung pendefinisian biaya sebagai kenaikan kewajiban. Bila barang dan jasa telah dimanfaatkan oleh perusahaan tetapi perusahaan tidak mengakuinya sebagai asset sebelumnya atau perusahaan belum mengakui kewajiban atas penggunaan barang dan jasa yang dikuasai pihak lain, perusahaan mempunyai keharusan untuk membayar atau melakukan pengorbanan sumber ekonomik di masa datang sehingga kewajiban timbul. Sebagai contoh adalah tarif (fee) pengiriman barang oleh perusahaan ekspedisi yang belum dibayar perusahaan. Jasa pengiriman telah dikonsumsi dan menimbulkan pendapatan sehingga biaya harus timbul diikuti dengan kenaikan kewajiban.

Penurunan Ekuitas
Definisi IAI dalam  Suwardjono (2015:402) secara eksplisit menyebutkan bahwa penurunan asset akhirnya akan mengubah ekuitas (can change owner’s equity) atau menurunkan ekuitas (result in decreases in equity). Pendefinisian ini sebenarnya menegaskan bahwa akuntansi menganut konsep kesatuan usaha sehingga ekuitas secara konseptual adalah utang perusahaan kepada pemilik. Oleh karena itu, turunnya asset sebagai biaya harus mengakibatkan turunnya ekuitas. Bila ekuitas akhirnya tidak terpengaruh, jelas turunnya asset bukan merupakan biaya. Dengan dianutnya konsep kesatuan usaha, penurunan asset atau kenaikan kewajiban itulah yang membentuk biaya dan penurunan ekuitas hanya merupakan konsekuensi logis.
Walaupun demikian, penurunan ekuitas lebih menegaskan pengertian biaya karena tidak setiap penurunan asset mengakibatkan penurunan ekuitas. Misalnya, pembagian dividen kas merupakan penurunan asset tetapi tidak dapat disebut sebagai biaya. Jadi, penurunan ekuitas hanya merupakan karakteristik pendukung makna biaya. Hal ini serupa dengan keteridentifikasian terbayar (payee) sebagai karakteristik pendukung pengertian kewajiban.

2.3  Perbedaan antara Biaya dan Rugi (Losses)
Atas dasar definisi biaya diatas dapat dikatakan bahwa yang termasuk  biaya hanya cost yang benar-benar dikorbankan untuk menghasilkan pendapatan. Penggunaan aktiva atau pengurangan cost aktiva yang tidak berkaitan dengan proses memperoleh pendapatan seharusnya dikelompokkan sebagai rugi (losses). Memang rugi dan biaya merupakan perubahan-perubahan yang relevan, yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan laba perusahaan. Akan tetapi, hanya biaya yang harus ditandingkan dengan pendapatan pada periode terjadinya.
Agar pemakai laporan keuangan mendapatkan informasi yang lebih lengkap, rugi dapat disertakan dalam laporan rugi laba sebagai penentu besarnya laba komprehensif. Rugi sebaiknya disajikan terpisah dari biaya. Koreksi terhadap besarnya biaya periode lalu, tidak dapat diperlakukan sebagai rugi. Koreksi diklasifikasikan secara terpisah sebagai “Koreksi Kesalahan Periode Sebelumnya”.
Dari definisi yang terdapat dalam Konsep Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, IAI (1994) dalam  Ghozali dan Chariri (2014:352) tidak memisahkan biaya dengan rugi. Jadi semua potensi jasa baik yang digunakan secara secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh pendapatan disebut dengan biaya. IAI (1994) dalam  Ghozali dan Chariri (2014:352) bahkan secara spesifik menyebutkan hal tersebut seperti yang tertulis pada paragraf 78 berikut ini, “kerugian termasuk dalam kelompok beban”.
Sebagai lawan makna untung, kata-kata kunci yang melekat pada pengertian rugi adalah :
1)      Penurunan ekuitas (asset bersih)
2)      Transaksi periferal atau insidental, misalnya penjualan investasi dalam surat berharga, penjualan asset tetap, pelunasan utang obligasi sebelum jatuh tempo.
3)      Selain apa yang didefinisi sebagai biaya atau selain distribusi ke pemilik
Dari ketiga karakteristik diatas, yang paling membedakan rugi dengan biaya adalah karakteristik (2). Karakteristik sebenarnya (1) juga karakteristik biaya tetapi dipandang dari sudut pengaruh akhir yaitu menurunkan ekuitas. Seperti untung, rugi dapat merupakan jumlah kotor atau jumlah bersih. Karakteristik (3) juga merupakan karakteristik biaya karena biaya harus berkaitan dengan operasi dalam arti luas dan bukan dengan kegiatan pendanaan. Karena secara konseptual dan esensial karakteristik biaya tidak berbeda dengan rugi, IAI dan APB (Accounting Principles Board) tidak mendefinisikan rugi sebagai elemen tersendiri. APB memandang perbedaan antara biaya dan rugi semata-mata bertujuan untuk pengungkapan sebagaimana pembedaan antara pendapatan dan untung.

2.4  Pengukuran Biaya
Pengukuran biaya memainkan peranan penting dalam penyusunan laporan keuangan. Kecermatan mengukur besarnya biaya mempengaruhi keakuratan informasi keuangan yang dihasilkan. Oleh karena itu, pemahaman secara konseptual tentang pengukuran biaya tidak dapat diabaikan.
Sejalan dengan penilaian aktiva, biaya dapat diukur atas dasar jumlah rupiah yang digunakan untuk penilaian aktiva dan hutang. Oleh karena itu, pengukuran biaya dapat didasarkan pada:
1.      Cost historis
Cost historis merupakan jumlah rupiah kas atau setaranya yang dikorbankan untuk memperoleh aktiva. Pengukuran biaya atas dasar cost historis, dapat digunakan untuk jenis aktiva seperti gedung, peralatan dan sebagainya.

2.      Cost Pengganti/Cost Masukan Terkini (Replacement Cost/Curent Input Cost)
Cost masukan terkini menunjukkan jumlah rupiah harga pertukaran yang harus dikorbankan sekarang oleh suatu entitas untuk memperoleh aktiva yang sejenis dalam kondisi yang sama. Contohnya, pernilaian untuk persediaan.

3.      Setara Kas (Cash Equivalent)
Setara kas adalah jumlah rupiah kas yang dapat direalisir dengan cara menjual setiap jenis aktiva di pasar bebas dalam kondisi perusahaan normal. Nilai ini biasanya didasarkan pada catatan harga pasar barang bebas yang sejenis dalam kondisi yang sama. Pos aktiva berwujud biasanya menggunakan dasar penilaian ini.

Meskipun ada berbagai dasar penilaian, dalam praktik yang paling banyak digunakan untuk mengukur biaya adalah cost historis.

2.5  Pengakuan Biaya
Pengakuan biaya tidak dibedakan dengan pengakuan rugi. Pengakuan menyangkut masalah kriteria pengakuan (recognition criteria) yaitu apa yang harus dipenuhi agar penurunan nilai asset memenuhi definisi biaya atau rugi dapat diakui dan masalah saat pengakuan (recognition rules atau timing) yaitu peristiwa atau kejadian apa yang menandai bahwa kriteria pengakuan telah dipenuhi. Tidak seperti pendapatan atau untung, biaya dan rugi tidak mengalami masalah pembentukan dan realisasi. Oleh karena itu, kriteria pengakuan tidak dibedakan dengan kaidah pengakuan sehingga masalah pengakuan biaya (rugi) adalah kapan penurunan nilai asset dapat dikatakan telah terjadi atau kapan biaya (rugi) telah timbul sehingga jumlah rupiah biaya (rugi) dapat diakui. Ketepatan saat mengakui biaya juga akan berpengaruh dalam penentuan besarnya rugi/laba perusahaan. Oleh karena itu, pemahaman secara konseptual tentang pengakuan biaya tidak dapat diabaikan.

Kriteria Pengakuan Biaya
Biaya atau rugi pada umumnya diakui bilamana salah satu dari dua kriteria berikut dipenuhi (SFAC No.5, paragraf 85) dalam Suwardjono (2015:407) :
a.       Konsumsi manfaat (consumption of benefits)
Biaya atau rugi diakui bilamana manfaat ekonomik yang dikuasai suatu entitas telah dimanfaatkan atau dikonsumsi dalam pengiriman atau pembuatan barang, penyerahan atau pelaksanaan jasa, atau kegiatan lain yang mempresentasi operasi utama atau sentral entitas tersebut.

b.      Lenyapnya atau berkurangnya manfaat masa datang (loss or lack of future benefits)
Biaya atau rugi diakui bilamana asset yang telah diakui sebelumnya diperkirakan telah berkurang manfaat eknomiknya atau tidak lagi mempunyai manfaat ekonomik.

Pada dasarnya cost memiliki dua kedudukan penting, yaitu:
a.       Sebagai aktiva (potensi jasa)
b.      Sebagai beban pendapatan (biaya)
Atas dasar konsep kontinuitas  usaha, cost mula-mula diperlakukan sebagai aktiva dan kemudian baru diperlakukan sebagai pengurang pendapatan (biaya). Misalnya, cost persediaan ada awalnya dicatat/diakui sebagai aktiva. Apabila biaya tersebut telah dinyatakan keluar (dijual) untuk menghasilkan pendapatan, maka cost tersebut dinyatakan sebagai biaya, dengan nama cost barang terjual (cost of goods sold).
Proses pembebanan cost pada dasarnya merupakan proses pemisahan cost. Oleh karena itu, agar informasi yang dihasilkan akurat  bagian cost yang telah diakui sebagai biaya pada periode berjalan dan bagian cost yang akan dilaporkan sebagai aktiva (diakui sebagai biaya periode mendatang) harus dapat ditentukan dengan jelas.
Ada dua masalah yang muncul sehubungan dengan pemisahan cost tersebut, yaitu:
1.      Kriteria yang digunakan untuk menentukan cost tertentu yang harus dibebankan pada pendapatan periode berjalan.
2.      Kriteria yang digunakan untuk menentukan bahwa cost tertentu ditangguhkan pembebanannya.

Semua cost dapat ditangguhkan pembebanannya sebagai biaya, apabila cost tersebut memenuhi kriteria sebagai aktiva yaitu:
Ø  Memenuhi definisi aktiva (memiliki manfaat ekonomi masa mendatang, dikendalikan perusahaan, berasal dari transaksi masa lalu).
Ø  Ada kemungkinan yang cukup bahwa manfaat ekonomi masa mendatang yang melekat pada aktiva dapat dinikmati oleh entitas yang meguasai.
Ø  Besarnya manfaat dapat di ukur dengan cukup andal.

Atas dasar hal tersebut, maka cost yang dikeluarkan memenuhi kriteria sebagai aktiva, maka cost tersebut dapat ditunda pembebanannya. Namun demikian apabila terdapat kasus dimana cost yang jenis pengeluarannya terjadi berulang-ulang setiap perioade, cost tersebut dapat langsung dibebankan sebagai biaya pada periode terjadinya. Kondisi ini tidak berlaku untuk persediaan dan persekot biaya.
Dari uraian diatas, secara umum dapat dirumuskan bahwa berdasarkan konsep penandingan (matching), pengakuan biaya pada dasarnya sejalan dengan pengakuan pendapatan. Apabila pengakuan pendapatan ditunda, maka pembebanan biaya juga ditunda. Untuk mengatasi berbagai perbedaan pendapat tentang pengakuan biaya, biasanya badan berwenang mengeluarkan aturan tertentu untuk mengakui biaya. IAI (1990) dalam  Ghozali dan Chariri (2014:354), misalnya, dalam Konsep Dasar Penyusunan Dan Penyajian Laporan Keuangan menyatakan bahwa beban diakui dalam laporan rugi laba kalau penurunan manfaat ekonomi masa datang yang berkaitan dengan penurunan aktiva atau kenaikan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal (paragraf 94).

Selanjutnya dalam parapraf 98 disebutkan:
Beban juga diakui dalam laporan rugi laba pada saat timbul kewajiban tanpa adanya pengakuan aktiva,  dapat timbulnya hutang garansi produk.

2.6  Konsep Penandingan Biaya Dengan Pendapatan
Konsep penandingan adalah konsep yang dimaksudkan untuk mencari dasar hubungan yang tepat dan rasional antara pendapatan dan biaya. Pendapatan merupakan hasil yang dituju perusahaan, sementara biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut merupakan upaya yang dilakukan perusahaan. Dengan demikian, pendapatan harus ditandingkan dengan biaya yang diperkirakan telah menghasilkan pendapatan tersebut, agar dihasilkan besarnya laba yang tepat.
Penandingan antara biaya dan pendapatan memerlukan dasar yang tepat. Upaya mencari dasar penandingan yang tepat merupakan masalah yang sering dihadapi oleh akuntan. Masalah tersebut tidak hanya menyangkut penentuan aktiva/jasa yang benar-benar telah dipakai, akan tetapi juga menyangkut perhitungan besarnya nilai aktiva atau jasa yang telah digunakan. Paton dan Littleton (1940, p. 71) dalam Ghozali dan Chariri (2014:35)  mengungkapkan bahwa masalah utama dalam menandingkan pendapatan dan biaya adalah mencari dasar penandingan yang paling tepat antara pendapatan dengan biaya yang berhubungan langsung dengan pendapatan tersebut. Hubungan fisik yang dapat dilihat sebenarnnya dapat digunakan sebagai media untuk melacak dan membebankannya. Meskipun demikian harus diakui bahwa dengan melihat kondisi yang ada, dasar penandingan yang paling penting adalah kelayakan (reasonableness), bukannya pengukuran fisik.
Dari pernyataan tersebut jelas terlihat bahwa tidak semua biaya dapat ditandingkan secara langsung dengan pendapatan berdasarkan hubungan fisik. Oleh karena itu, umumnya akuntansi menggunakan dasar unit waktu (periode) sebagai dasar penandingan pendapatan dengan biaya.
Pengorbanan yang dilakukan oleh suatu perusahaan (jumlah rupiah yang dikeluarkan) dalam rangka memperoleh barang akan dicatat sebagai aktiva sebesar costnya--diakui sebagai persediaan. Selama aktiva tidak dijual atau digunakan, nilai tersebut dianggap akan tetap tercantum dalam neraca. Apabila perusahaan melakukan kegiatan menghasilkan pendapatan, baik langsung maupun tidak langsung (seperti penjualan barang dagangan atau pemakaian aktiva tetap untuk kegiatan operasional) berarti ada bagian cost yang telah dikeluarkan untuk menghasilkan pendapatan. Bagian cost inilah yang disebut dengan biaya (expenses).
Apabila hubungan fisik antara barang yang dijual dengan pendapatan yang diperoleh dapat ditelusur, konsep penandingan tidak akan menimbulkan masalah. Masalahnya, bagaimana cara menandingkan biaya dengan pendapatan jika keterkaitan fisik antara pendapatan dengan biaya sulit untuk ditentukan? Hal ini disebabkan tidak semua biaya berkaitan secara langsung dengan pendapatan.
Dalam praktik, ada tiga dasar penandingan yang umum digunakan untuk mencari hubungan antara biaya dengan pendapatan dalam satu periode tertentu. Dasar penandingan tersebut menurut (Kam, 1990) dalam  Ghozali dan Chariri (2014:357) adalah hubungan sebab akibat (association of causes and effects), alokasi sistematik dan rasional (systematic and rastional allocation) dan pembebanan segera (immediate recognition).

A.    Hubungan Sebab Akibat
Dasar yang paling ideal untuk menandingkan biaya dengan pendapatan adalah hubungan sebab akibat. Meskipun dasar ini sulit untuk dibuktikan, namun atas dasar pengamatan yang dilakukan para akuntan menunjukkan bahwa barang/jasa tertentu yang digunakan dalam proses produksi pada akhirnya akan membantu dalam proses menghasilkan pendapatan selama periode tertentu. Oleh karena itu, dasar penandingan ini sering disebut dengan penandingan langsung (director or product matching). Contoh dari biaya yang dapat ditandingkan dengan dasar penandingan langsung adalah biaya komisi penjualan, gaji dan upah, serta cost barang terjual (cost of goods sold).
Dasar penandingan ini sesuai dengan konsep upaya dan hasil seperti yang diungkapkan oleh Patton dan Littleton (1940) dalam  Ghozali dan Chariri (2014:357). Atas dasar pengamatan fisik dan pengamatan kejadian, jelas terlihat bahwa pendapatan tidak akan terjadi apabila tidak ada penyerahan barang dan jasa.
Komite American Accounting Association (dikutip oleh Kam, 1990) dalam  Ghozali dan Chariri (2014:357) juga menyarankan penggunaan hubungan sebab akibat sebagai dasar penandingan. Mereka mengatakan: “Cost harus dihubungkan dengan pendapatan yang direalisasi selama periode tertentu atas dasar korelasi positif yang dapat dilihat hubungannya antara cost tersebut dengan pendapatan yang diakui.” Dari pernyataan tersebut dapat dirumuskan bahwa penandingan yang benar-benar tepat dapat dilakukan apabila terdapat hubungan yang rasional antara pendapatan dan biaya. Oleh karena itu, pengakuan biaya harus dihubungkan dengan pendapatan dan dilaporkan dalam periode yang sama dengan periode pengakuan pendapatan.
Ada beberapa masalah teknis yang timbul apabila penandingan langsung atas dasar produk digunakan sebagai dasar hubungan sebab akibat. Masalah tersebut adalah:
a.       Pemakaian barang dan jasa yang bagaimana yang dapat diidentifikasi dengan produk?
b.      Apabila biaya tidak menambah nilai produk tertentu, kapan biaya tersebut dapat dihubungkan secara langsung dengan pendapatan di masa yang akan datang? Bagaimana biaya tersebut dapat dilaporkan dengan tepat sesuai dengan pendapatan yang diperoleh?
c.       Kapan biaya yang terjadi setelah penjualan dapat dicatat dan dilaporkan?
Berikut ini akan dibahas ketiga masalah tersebut dan alternatif pemecahannya.

Identifikasi Cost Produk
Sesuai dengan konsep penandingan, semua cost produksi harus dibebankan pada produk yang bersangkutan. Cost produk dapat dibagi menjadi dua. Pertama, cost produk yang melekat pada produk terjual dan nantinya akan dibebankan sebagai biaya. Kedua, cost yang melekat pada produk yang belum terjual (dilaporkan sebagai persediaan) dan dicatat sebagai aktiva sampai produk tersebut terjual.
Beberapa cost produk dapat langsung dihubungkan dengan produk tertentu, sementara cost yang lain hanya dapat dihubungkan dengan kegiatan produksi dan dialokasikan pada produk berdasarkan aturan atau prosedur tertentu. Disinilah pentingnya melakukan identifikasi untuk menentukan cost produk langsung (direct product cost) dan cost produk tidak langsung (indirect product cost).
Cost produk langsung adalah cost barang dan jasa yang digunakan untuk memproduksi produk tertentu dan yang secara langsung dapat diidentifikasi atau ditelusur ke produk yang dihasilkan. Cost bahan baku dan tenaga kerja langsung merupakan cost produk langsung, karena terjadinya atau manfaat cost tersebut dapat diidentifikasi pada produk tertentu.
Cost produk tidak langsung adalah cost barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi, yang tidak dapat diidentifikasi pada produk yang dihasilkan. Cost overhead pabrik adalah contoh cost produk tidak langsung. Meskipun cost ini sifatnya tidak langsung, namun cost tersebut tetap dibebankan pada produk atas dasar aturan atau metode tertentu.
Yang menjadi masalah sekarang, diantara cost produk tersebut yang manakah yang dapat ditandingkan dengan pendapatan? Akuntan banyak yang tidak sependapat untuk membebankan semua cost produksi individual pada produk tertentu. Perbedaan ini muncul karena adanya dua konsep yang berbeda dalam menentukan elemen cost produk, yaitu konsep full costing dan konsep direct costing.
Menurut konsep full costing, cost yang dianggap sebagai biaya adalah semua cost produk baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan produk yang dijual. Sementara menurut konsep direct costing, hanya cost produksi variabel yang dianggap sebagai biaya atas produk yang terjual. Dengan demikian, cost produksi non-variabel akan dibebankan sebagai biaya periode.
Masalah lain yang muncul adalah cost kapasitas menganggur dan cost produk rusak yang bersifat abnormal. Jenis cost tersebut umumnya dianggap sebagai rugi (losses) atau langsung dibebankan sebagai biaya. Perlakuan inipun masih menimbulkan masalah: apakah cost tersebut sebaiknya diperlakukan sebagai rugi (losses) atau biaya?
Penentuan cost atas produk rusak sebagai rugi (losses) atau biaya sangat tergantung pada sifat dari kerusakan tersebut. Apabila kerusakan terjadi karena kejadian normal atau sering terjadi, maka cost kerusakan tersebut diperlakukan sebagai biaya. Sebaliknya, apabila kerusakan terjadi karena hal yang tidak biasa (tidak rutin), maka cost produk rusak tersebut diperlakukan sebagai rugi (losses).

Biaya Yang Langsung Berhubungan dengan Pendapatan Masa Mendatang, Tetapi Tidak Masuk dalam Cost Produksi
Pada beberapa kasus, cost yang dapat dihubungkan dengan pendapatan masa mendatang tidak dapat dibebankan secara langsung dengan produk tertentu. Hal ini disebabkan cost tersebut tidak menunjukkan nilai tambah pada produk yang bersangkutan. Contoh dari kasus ini adalah biaya penjualan dan administrasi.
Biaya penjualan dan adminsitrasi tidak harus ditandingkan dengan pendapatan di masa mendatang jika tidak ada jaminan yang rasional untuk menghubungkan biaya tersebut dengan pendapatan di masa mendatang. Meskpun jenis biaya tersebut tidak secara langsung menghasilkan pendapatan karena secara teknis sulit mencari hubungan sebab akibatnya, namun biaya tersebut harus tetap dibebankan sebagai biaya.

Biaya Yang Berhubungan Dengan Pendapatan Yang terjadi Setelah Pendapatan Diakui
Umumnya biaya yang berhubungan dengan pendapatan akan terjadi setelah pendapatan diakui. Masalah ini berkaitan dengan penentuan besarnya biaya yang akan timbul setelah penjualan. Apabila cost kegiatan tertentu dapat ditaksir secara layak dan cukup pasti, maka cost tersebut dapat diakui sebagai biaya pada periode pengakuan pendapatan. Jadi hubungan sebab akibat harus dapat diidentifikasi untuk menentukan bahwa pendapatan yang diakui memiliki hubungan sebab akibat dengan cost yang bersangkutan. Contohnya, jika suatu garansi diberikan selama penjualan pada periode tertentu, maka biaya atas jaminan tersebut mungkin saja terjadi pada masa mendatang.


B.     Alokasi Sistematis Dan Rasional
Alokasi sistematis dan rasional sering disebut dengan dasar penandingan periodik (period matching) atau penandingan tidak langsung (indirect matching). Alokasi sistematik dan rasional dapat digunakan sebagai dasar penandingan apabila dasar penandingan hubungan sebab-akibat tidak dapat dilakukan. Atas dasar konsep penandingan ini, ukuran penandingan yang digunakan bukan produk (unit fisik) tetapi periode. Dengan demikian, biaya diakui dan dihubungkan dengan pendapatan pada periode terjadinya. Cost yang terjadi dapat dialokasikan dalam beberapa periode, dan dapat juga langsung diakui dan dibebankan sebagai biaya. Pemilihan terhadap dua alternatif tersebut tergantung pada keadaan yang melandasi timbulnya cost tersebut.
Apabila manfaat cost suatu aktiva lebih dari satu periode, maka cost tersebut dialokasikan secara sistematis pada periode yang menikmati manfaat tersebut. Depresiasi aktiva tetap merupakan contoh alokasi sistematis. Masalah yang sering muncul dalam alokasi ini adalah banyaknya metode alokasi yang dapat digunakan dalam proses alokasi cost. Depresiasi dapat menggunakan metode alokasi seperti garis lurus, ouput produksi, jumlah angka angka tahun dan sebagainya.
Meskipun dapat menimbulkan masalah, alokasi sistematis tetap dapat digunakan sebagai dasar penandingan. Ada beberapa alasan yang mendukung pemakaian alokasi sistematis dan rasional yaitu: Pertama, banyak cost periodik yang berhubungan secara tidak langsung dengan pendapatan periode berjalan. Kedua, pada beberapa kasus sulit mencari hubungan langsung antara cost tertentu dengan pendapatan. Ketiga, apabila manfaat masa mendatang tidak dapat diukur dengan cukup pasti atau cost yang dikeluarkan tidak memiliki hubungan dengan pendapatan di masa mendatang, maka tidak ada alasan untuk menunda pembebanan cost sebagai biaya pada periode terjadinya. Keempat, apabila biaya bersifat rutin (reguler) dan terjadi berulang-ulang, maka pembebanan langsung secara material tidak akan berpengaruh terhadap laba bersih, meskipun penandingan yang tepat tidak dapat dicapai. lam jumlah yang relatif tetap. Kelima, apabila cost tersebut merupakan joint-cost, maka alokasi arbitrer harus dilakukan pada kegiatan yang berbeda.

C.     Pembebanan Segera (Immediate Recognition)
Apabila tidak ada alasan yang kuat untuk membebankan cost atas dasar hubungan sebab akibat ataupun alokasi sistematis dan rasional, maka cost langsung dapat dibebankan pada periode terjadinya. Alasan yang melandasi pembebanan dengan cara ini adalah kepraktisan. Misalnya, pencatatan terhadap biaya advertensi.
Cost yang dikeluarkan untuk kegiatan advertensi sulit untuk dihubungkan dengan pendapatan atas dasar hubungan sebab akibat. Di samping itu, cost tersebut kemungkinan memiliki manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Namun demikian, karena manfaat tersebut sulit untuk diukur, pembebanan atas dasar alokasi sistematis juga tidak dapat dilakukan dengan tepat. Konsumen mungkin saja membeli produk perusahaan karena dipengaruhi oleh advertensi yang diketahui beberapa tahun yang lalu. Jadi, karena manfaat tersebut tidak dapat diukur dengan tepat, maka cost advertensi dibebankan langsung sebagai biaya. Pembebanan ini berlaku juga untuk cost penelitian dan pengembangan.

Kritik Terhadap Konsep Penandingan
Konsep penandingan merupakan salah satu konsep yang digunakan dalam kerangka akuntansi konvensional. Menandingkan biaya dengan pendapatan sama halnya dengan menandingkan upaya dan hasil. Kegiatan usaha merupakan suatu aliran cost yaitu suatu aliran yang pada akhirnya akan menghasilkan pendapatan. Meskipun konsep penandingan merupakan hal yang umum diterapkan dalam akuntansi konvensional, namun dalam pelaksanaannya masih diwarnai dengan berbegai pertentangan. Berikut ini akan dibahas beberapa kritik yang ditujukan terhadap konsep matching.

A.    Bukti Yang Obyektif
Konsep penandingan memerlukan pertimbangan yang tepat dalam menentukan besarnya cost yang akan dibebankan pada periode sekarang atau masa mendatang. Dalam pengakuan pendapatan, bukti obyektif merupakan sarat utama yang harus dipenuhi. Namun demikian bukti obyektif tersebut kurang begitu diperhatikan dalam pengakuan biaya. Pengakuan biaya lebih didasarkan pada masalah rasional dan kelayakan daripada bukti yang obyektif.
Salah satu alasan tidak begitu diperhatikannya bukti obyaktif dalam pengakuan biaya adalah penerapan konsep konservatisme. Konsep ini menyatakan bahwa biaya, rugi dan hutang harus segera diakui meskipun tidak ada bukti yang kuat dan obyektif. Sementara pendapatan, untung (gains) dan aktiva tidak dapat diakui apabila tidak ada bukti yang cukup obyektif.

B.     Evaluasi Terhadap Konsep Matching
Hubungan sebab akibat merupakan tahap terbaik untuk menandingkan biaya dengan pendapatan. Meskipun prosedur ini rasional, tetapi sulit diterapkan dalam praktik. Alasan utama terletak pada konsep cost attach yang merupakan pendukung utama hubungan sebab akibat.
Hubungan sebab akibat sebenarnya tidak mungkin untuk diterapkan, karena konsep cost attach tidak memiliki alasan/argumen yang kuat. Dalam situasi tertentu, konsep cost attach tidak dapat menunjukkan dasar hubungan sebab akibat sebagai dasar hubungan pembebanan yang benar-benar meyakinkan. Oleh karena itu, akuntan tidak menghubungkan secara langsung biaya dengan pendapatan, tetapi atas dasar interval waktu.
Cost akan dibebankan sebagai biaya bila cost tersbut menghasilkan pendapatan pada periode yang sama. Hubungan sebab akibat memiliki implikasi bahwa jumlah rupiah pendapatan tertentu harus dihubungkan dengan jumlah rupiah biaya.


BAB III
SIMPULAN

3.1  Simpulan
IAI (1994) dalam Ghozali dan Chariri (2014:350) mendefinisikan biaya (beban) sebagai penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal
Sementara Kam (1990) dalam  Ghozali dan Chariri (2014:350) mendefinisikan biaya sebagai penurunan nilai aktiva atau kenaikan hutang atau kenaikan ekuitas pemegang saham (stockholder's equity) sebagai akibat pemakaian barang atau jasa oleh suatu unit usaha untuk menghasilkan pendapatan pada periode berjalan.
Terdapat dua karakteristik utama yang melekat pada makna biaya yaitu penurunan asset dan operasi utama yang menerus. Selain itu terdapat dua karakteristik pendukung biaya diantaranya kenaikan kewajiban dan penurunan ekuitas.
Pengukuran biaya dapat didasarkan pada cost historis, cost pengganti/cost masukan terkini, dan setara kas. Meskipun ada berbagai dasar penilaian, dalam praktik yang paling banyak digunakan untuk mengukur biaya adalah cost historis. Dan pada pengakuan biaya, biaya diakui bilamana salah satu dari dua kriteria berikut dipenuhi yaitu konsumsi manfaat dan lenyapnya atau berkurangnya manfaat masa datang.
Konsep penandingan biaya dengan pendapatan yaitu didasarkan oleh hubungan sebab akibat (association of causes and effects), alokasi sistematik dan rasional (systematic and rastional allocation) dan pembebanan segera (immediate recognition).


DAFTAR PUSTAKA

Ghozali, Imam, dan Anis Chariri. 2014. Teori Akuntansi. Edisi Keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Suwardjono. 2015. Teori Akuntansi : Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.


***********
Yukk yang mau download materi ini dalam bentuk dokumen bisa klik link dibawah ini ..

No comments:

Post a Comment