2.1 Pengertian Transfer
Pricing
Transfer
pricing merupakan kebijakan perusahaan dalam menentukan
harga transfer atas transaksi barang, jasa, harta tidak berwujud maupun
transaksi finansial yang menjadi aktivitas perusahaan. Dapat juga diartikan
sebagai besaran harga yang dibebankan satuan usaha individual pada perseroan
multi satuan usaha atas transaksi yang terjadi di antara mereka. Selain itu,
ada beberapa pengertian tentang transfer pricing yang di kemukakan oleh
para ahli, diantaranya:
1. Gunadi
Transfer pricing merupakan
jumlah harga atas penyerahan barang atau imbalan atas penyerahan jasa yang
telah di sepakati oleh kedua belah pihak dalam transaksi bisnis finansial
maupun transaksi lainnya.
2. Darussalam
dan Danny Septriadi
Transfer pricing merupakan
bagian dari suatu kegiatan usaha dan perpajakan yang bertujuan untuk memastikan
apakah harga yang diterapkan dalam transaksi antara perusahaan yang mempunyai
hubungan istimewa telah didasarkan atas prinsip harga pasar wajar (arm’s
length price principle)
3. Mohammad
Zain
Harga transfer merupakan harga yang
diperhitungkan untuk mengendalian manajemen atas transfer barang dan jasa
antar-pusat pertanggungjawaban laba atau biaya, termasuk determinasi harga
untuk barang, imbalan atas jasa, tingkat
bunga pinjaman, beban atas persewaan dan metode pembayaran serta pengiriman
uang.
Dari
ketiga definisi tentang transfer pricing di atas, dapat kita ambil
persamaannya bahwa transfer pricing merupakan harga yang ditimbulkan
atas penyerahan barang, jasa atau harta tak berwujud lainnya dari satu
perusahaan ke perusahaan lain yang masih terikat dalam hubungan kepemilikan. Transfer
pricing dapat terjadi dalam satu grup perusahaan dan antar perusahaan yang
terikat dalam hubungan istimewa.
Dalam
suatu grup perusahaan, transfer pricing sering disebut dengan istilah intracompany
pricing, intercorporate pricing, interdivisional pricing, dan internal
pricing. Istilah tersebut menunjukkan bahwa pengaturan harga tersebut tidak
sebatas kepada pengaturan harga antar-perusahaan dalam satu grup perusahaan
saja, tetapi dapat pula terjadi pengaturan harga antara-divisi pada satu
perusahaan.
2.2 Metode Penilaian Transfer Pricing
Metode
penilaian transfer pricing ada beberapa macam, diantaranya yaitu :
Metode
perbandingan harga merupakan metode yang membandingkan harga transaksi dari pihak yang ada
hubungan istimewa tersebut dengan harga transaksi barang sejenis dengan pihak yang tidak
mempunyai hubungan istimewa (pembanding independen), baik itu internal CUP
maupun eksternal CUP. Metode ini sebenarnya merupakan metode yang paling
akurat, tetapi yang sering menjadi permasalahan adalah mencari barang yang
benar-benar sejenis.
Harga Wajar = Harga pihak independen sebanding
Metode harga
penjualan kembali merupakan metode yang digunakan dalam hal Wajib Pajak bergerak dalam bidang usaha
perdagangan, di mana produk yang telah dibeli dari pihak yang
mempunyai hubungan istimewa dijual kembali (resale)
kepada pihak lainnya (yang tidak mempunyai hubungan istimewa). Harga yang terjadi pada penjualan kembali
tersebut dikurangi dengan laba kotor (mark up) wajar sehingga diperoleh harga beli wajar dari pihak yang
mempunyai hubungan istimewa.
Harga Wajar Pembelian Afiliasi (X) = Harga Jual
Kembali (Y) – Laba kotor yang wajar untuk reseller
3. Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method)
Metode biaya
plus merupakan metode yang dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan
yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa
atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan lain dari transaksi
sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa. Umumnya
digunakan pada usaha pabrikasi.
Harga Wajar Penjualan (X) = Biaya Produksi (cost
base) + laba (mark up) wajar
Metode
pembagian laba merupakan metode yang dilakukan dengan mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang
akan dibagi oleh pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa tersebut dengan
menggunakan dasar yang dapat diterima secara ekonomi yang memberikan perkiraan
pembagian laba yang selayaknya akan terjadi dan akan tercermin dari kesepakatan
antar pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, dengan menggunakan
Metode Kontribusi (Contribution Profit
Split Method) atau Metode Sisa Pembagian Laba (Residual Profit Split Method).
Metode ini
dilakukan dengan membandingkan persentase laba bersih operasi terhadap biaya,
terhadap penjualan, terhadap aktiva, atau terhadap dasar lainnya atas transaksi
antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan persentase laba
bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding dengan pihak lain yang
tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau persentase laba bersih operasi yang
diperoleh atas transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak yang tidak
mempunyai hubungan istimewa lainnya.
6.
Penentuan Harga
Transfer atas Dasar Biaya (Cost-Based
Transfer Pricing)
Perusahaan
yang menggunakan metode transfer atas dasar biaya menetapkan harga transfer
atas biaya variabel dan tetap yang bisa dibagi dalam tiga pemilihan bentuk,
yaitu biaya penuh (full cost), biaya
penuh ditambah mark-up (full cost plus markup), dan gabungan antara biaya variabel dan tetap (variable cost plus fixed fee).
7.
Penentuan Harga
Transfer atas Dasar Harga Pasar (Market
Basis Transfer Pricing)
Jika barang atau jasa yang
ditransfer antar divisi atau antar perusahaan dalam grup mempunyai harga pasar,
maka pada umumnya harga pasar merupakan dasar yang digunakan, terutama dilihat
dari sudut pengukuran kinerja. Basis harga pasar merupakan tolok ukur untuk
menilai kinerja manajer divisi. Namun keterbatasan
informasi pasar terkadang menjadi kendala dalam mengunakan transfer pricing yang berdasarkan harga pasar.
8.
Penentuan Harga
Transfer Berdasarkan Negosiasi (Negotiated
Transfer Prices)
Dalam
ketiadaan harga, beberapa perusahaan memperkenankan divisi-divisi dalam
perusahaan yang berkepentingan dengan transfer
pricing untuk menegosiasikan harga transfer yang diinginkan. Harga transfer
negosiasian mencerminkan prespektif kontrolabilitas yang inheren dalam
pusat-pusat pertanggungjawaban karena setiap divisi yang berkepentingan
tersebut pada akhirnya yang akan bertanggung jawab atas harga transfer yang
dinegosiasikan. Namun, kelemahannya adalah negosiasi memakan waktu yang
lama, mengulang pemeriksaan, dan revisi harga transfer.
9.
Penentuan
Harga Berdasarkan Arbitrase (Arbitrationtransfer Pricing)
Pendekatan ini menekankan pada
harga transfer berdasarkan interaksi kedua divisi dan pada tingkat yang
dianggap terbaik bagi kepentingan perusahaan tanpa adanya pemaksaan oleh salah satu divisi mengenai keputusan
akhir. Pendekatan ini mengesampingkan tujuan konsep pusat pertanggungjawaban
laba.
2.3 Peraturan Pajak di Indonesia
Tentang Transfer Pricing
Berikut ini merupakan
beberapa peraturan pajak yang mengatur tentang transfer pricing, yaitu :
1. Pasal 18 ayat (3) UU PPh yang
menyatakan bahwa Dirjen Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan
dan pengurangan suatu wajib pajak sehubungan dengan transaksi yang dilakukan
dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa berdasarkan prinsip
kewajaran dan kelaziman usaha (yakni apabila transaksi tersebut dilakukan
dengan pihak-pihak independen). Pasal ini juga sebenarnya mengatur mengenai
rekarakterisasi utang sebagai modal.
2. Pasal 2 UU PPN 1984 yang menyatakan
bahwa apabila harga jual atau kompensasi dipengaruhi oleh hubungan istimewa,
DJP memiliki wewenang untuk mengubah harga jual atau kompensasi tersebut
berdasarkan harga pasar wajar.
3. Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016 tentang jenis dokumen dan/atau informasi
tambahan yang wajib disimpan oleh wajib pajak yang melakukan transaksi dengan
para pihak yang mempunyai hubungan istimewa, dan tata cara pengelolaannya.
4. Surat
Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-50/PJ/2013 tentang petunjuk teknis pemeriksaan
terhadap wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa.
5. Peraturan
Dirjen Pajak Nomor PER-22/PJ/2013 tentang pedoman pemeriksaan terhadap wajib
pajak yang mempunyai hubungan istimewa.
6. Peraturan
Dirjen Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 tentang perubahan atas peraturan direktur
jenderal pajak nomor PER/43/PJ/2010 tentang penerapan prinsip kewajaran dan
kelaziman usaha dalam transaksi antara wajib pajak dengan pihak yang mempunyai
hubungan istimewa.
2.4 Dampak Transfer Pricing dalam Perpajakan Internasional
Berikut ini
merupakan beberapa dampak yang ditimbulkan transfer pricing dalam perpajakan
internasional diantaranya yaitu :
1. Dapat
mengakibatkan engurangan objek pajak,
terutama pajak
penghasilan.
2. Perusahaan
lokal yang mempunyai anak perusahaan diluar negeri sengaja dibuat merugi, untuk
menghindari pembayaran pajak di kedua perusahaan tersebut.
3. Mengakibatkan
pelonggaran pengaruh pembatasan kepemilikan
luar negeri.
4. Mengakibatkan
penurunan pengaruh depresiasi
rupiah.
5. Menguatkan
tuntutan kenaikan harga atau proteksi
terhadap saingan impor.
6. Memperkecil akibat pembatasan dan
risiko bisnis di luar negeri.
7. Meminimalkan
jumlah pajak yang dibayar melalui rekayasa harga yang ditransfer antardivisi.
8. Penerimaan
pajak di negara yang memiliki tarif pajak tinggi akan berkurang, karena ada
pergeseran kewajiban perpajakan dari negara-negara yang memiliki tarif pajak
yang tinggi ke negara yang menerapkan pajak rendah.
2.5 Peraturan Transfer Pricing dalam P3B
Masalah transfer pricing dalam perjanjian penghindaran pajak berganda
bertolak dari Pasal 9 UN Model yang mengatur tentang perusahaan-perusahaan yang
mempunyai hubungan istimewa, yaitu antara induk perusahaan yang berdomisili di
salah satu negara dengan anak cabang perusahaan yang berdomisili di negara
lain.
Ayat 1 Pasal 9 UN Model tersebut,
menyebutkan tentang pemberian wewenang kepada salah satu negara yang melakukan
verifikasi atas transaksi antar pihak yang mempunyai hubungan istimewa, seperti
antara induk perusahaan dengan anak cabang perusahaannya, sepanjang tidak
menunjukkan harga wajar (arm’s length
price) menurut pasar atau dengan kata lain, verifikasi tidak akan
dilakukan, apabila transaksi tersebut sudah didasarkan kepada harga wajar.
Selanjutnya Ayat 2 diatur pula bahwa
jika terjadi transaksi antara dua pihak yang mempunyai hubungan istimewa, dan
transaksi tersebut tidak menggunakan harga arm’s
length price, salah satu negara pihak pada Persetujuan dapat melakukan
penyesuaian yang seharusnya juga diikuti oleh negara pihak lainnya. Apabila
penyesuaian tidak diikuti negara pihak lainnya (correlative adjustment), maka akan terjadi pengenaan pajak berganda
terhadap penghasilan yang sama oleh orang atau negara yang berbeda.
Pergeseran laba antar unit atau
perusahaan dalam grup yang sama tidak dapat dijamin oleh adanya correlative adjustment, karena hal ini
dapat dilakukan dengan cara lain, yaitu dengan pembayaran deviden atau royalti
dan perlu diketahui bahwa Ayat 2 tidak dapat mencegah suatu negara melakukan correlative adjustment sepanjang
Undang-Undang Nasional.
Dari sudut pandang perusahaan
multinasional, transfer pricing
merupakan alat yang sering digunakan untuk memobilisasi laba rugi terutama bagi
kepentingan perusahaannya, sedangkan bagi pihak aparat perpajakan selalu menginginkan
agar transaksi yang terjadi antar unit atau perusahaan dalam satu grup,
pastinya menggunakan harga arm’s length
price yang prinsipnya sesuai dengan (Organisation for Economic Co-operation and
Development) (OECD).
Sebab akan menjadi dasar pertimbangan untuk memilih metode tersebut karena
prinsip tersebut menepatkan perusahaan dari satu grup dalam kondisi yang sama
dengan perusahaan yang independen sehingga faktor yang menguntungkan ataupun
yang merugikan dapat dihilangkan.
Yang mau download dalam bentuk dokumen bisa klik link dibawah ini
Makalah Transfer Pricing
No comments:
Post a Comment